JAKARTA - Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan mengenai rencana merger Pelita Air dengan Citilink. Kata dia, pemerintah hanya berencana menggabungkan layanan penerbangan reguler milik Pelita Air dengan anak usaha Garuda Indonesia tersebut.
Lebih lanjut, Tiko sapaan akrab Kartika menjelaskan Pelita Air yang berdiri sebagai perseroan terbatas (PT) tidak akan dilebur atau dihilangkan.
“Enggak, gak hilang, brand-nya masih hidup. Justru kita senang ada Pelita, jadi ada dua brand di kelas menengah dan LCC (Low Cost Carrier),” kata Tiko kepada awak media di Gedung Sarinah, Jakarta, Selasa, 3 Oktober.
Tiko menjelaskan Pelita Air akan tetap berdiri sebagai PT yang terpisah dengan Citilink. Mengingat anak usaha Pertamina ini juga memiliki lini bisnis lain, tak hanya penerbangan reguler.
“Karena kalau harus me-mergerkan PT-nya kan berat. Karena Pelita kan masih punya lapangan terbang Pondok Cabe, ada yang charter flight segala. Itu kita inginnya hanya yang flight yang regular saja,” ucap Tiko.
Tiko mengatakan Kementerian BUMN masih membahas skema merger maskapai pelat merah Citilink dan Pelita Air Service (PAS) masih dibahas dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Lebih lanjut, Tiko mengatakan untuk merger penerbangan regulernya saja membutuhkan restu dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub. Kementerian BUMN sendiri mempertimbangkan lisensi penerbangan Pelita Air untuk dipindahkan ke Citilink.
“Jadi kita lagi diskusi dengan Dirjen Perhubungan Udara, kalau diperbolehkan kita akan memindahkan license dan pesawatnya. Jadi tidak harus dalam bentuk merger PT-nya,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengungkapkan bahwa pihaknya akan mempermudah proses merger antara Pelita Air dengan Citilink.
BACA JUGA:
“Kalau Kemenhub prinsipnya kalau bisa dipermudah mengapa dipersulit. Kita carikan jalan keluar. Karena sebenarnya kalau orang berusaha sejauh ada win-win, di antara usaha, apalagi ini state owned company, mestinya bisa diusahakan,” kata Budi.
Terkait perpindahan lisensi penerbangan, Budi mengatakan Kemenhub harus meminta nasihat hukum dari Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun). Namun, Budi memastikan tak ada permasalahan dari rencana merger tersebut.
“Kita akan meminta pendapat hukum dari Jamdatun, bagaimana ini bisa dilakukan. Jadi kami bukan membatasi diri karena regulasi itu menjadi tidak mungkin, kita cari solusinya,” ujarnya.