Bagikan:

JAKARTA - Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNav Indonesia mencatat piutang perusahaan dari sejumlah maskapai nasional maupun internasional mencapai Rp1,52 triliun.

“Piutang memang berakumulasi terutama karena COVID-19. Komposisi piutang itu Rp1,52 triliun,” kata Direktur Utama AirNav Indonesia Polana Banguningsih Pramesti dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Senin, 18 September.

Polana pun merinci, komposisi piutang ini terdiri dari 76 persen maskapai domestik dan 24 persen maskapai asing. Adapun total piutang ini merupakan akumulasi dari tahun 2018 hingga Kuartal II-2023.

Mengacu pada bahan paparan Polana, jumlah piutan ini terus meningkat. Pada tahun 2018 tercatat masih Rp819 miliar, piutang ini pun meningkat hingga menjadi Rp1,52 triliun di kuartal III-2023 ini.

“Kami membagi piutang dari yang lebih besar dari 1 tahun dan lebih kecil dari 1 tahun,” jelasnya.

Pola mengungkap hampir semua maskapai atau airlines domestik memiliki tunggakan alias utang kepada AirNav. Namun, kata dia, piutang itu sudah ada yang direstrukturisasi.

“Garuda sudah direstrukturisasi berdasarkan PKPU, Citilink juga ada yang restrukturisasi, dan tidak. Lion Group juga ada Lion, Batik, Wings juga ada piutang. Hampir semua airlines Indonesia. Air Asia, Sriwijaya, Super Air Jet sama Susi Air,” ucapnya.

Selain maskapai domestik, kata Polana, ada juga sejumlah maskapai asing yang masih memiliki utang kepada AirNav. Namun, kata Polana, rata-rata maskapai ini sudah berhenti beroperasi.

“Misalnya ada Indonesia AirAsia Extra, Tigerair, Orient Thai Airlines, Air Born Indonesia, Air Cargo Global, ada 16 (maskpai),” jelasnya.

Meski begitu, Polana menekankan pihaknya terus menagih kewajiban para maskapai tersebut. Kata dia, AirNav juga melibatkan Kejaksaan Agung.

“Mereka masih kita tagih, masih ditagih. Kerja sama atau memohon dukungan Kejaksaan Agung untuk menyelesaikan piutang maskapai,” tuturnya.