JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan, dalam mempersiapkan perdagangan karbon di Bursa Karbon, OJK bersama kementerian/lembaga terkait, dan dengan dukungan lembaga Internasional, telah melakukan sosialisasi selama periode Juli sampai dengan September 2023.
Menurut dia, otoritas telah menggelar Seminar Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Karbon di Indonesia di lima kota yaitu Kota Surabaya, Balikpapan, Makassar, Medan dan puncak dari rangkaian seminar diadakan di Kota Jambi.
“Untuk mendorong suksesnya penyelenggaraan perdagangan perdana unit karbon di Bursa Karbon, berdasarkan data dari Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero) terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara, yang berpotensi ikut perdagangan karbon tahun ini,” ujarnya, Selasa, 26 September.
Menurut Mahendra, jumlah ini setara dengan 86 persen dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia.
Selain dari subsektor pembangkit tenaga listrik, perdagangan karbon di Indonesia kedepan juga akan diramaikan oleh sektor lain yang merupakan sektor prioritas pemenuhan target Nationally Determined Contribution (NDC).
“Sektor-sektor ini antara lain kehutanan, pertanian, limbah, migas, industri umum dan yang akan menyusul dari sektor kelautan,” tuturnya.
BACA JUGA:
Di awal perdagangan karbon ini, secara bertahap akan dilaksanakan perdagangan dengan memastikan unit karbon yang berkualitas, dimulai dari emisi (Emission Trading System/ ETS) ketenagalistrikan dan sektor kehutanan.
“Bursa karbon Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon besar dan terpenting di dunia karena volume maupun keragaman unit karbon yang diperdagangkan dan kontribusinya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia. Hari ini kita memulai sejarah dan awal era baru itu,” kata Mahendra