Bagikan:

JAKARTA – Bursa karbon secara resmi telah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari ini. Nantinya, mekanisme carbon itu diharapkan bisa mendukung pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia sebesar 31,89 persen untuk usaha sendiri yang setara dengan 915 juta ton emisi CO2 pada 2030.

Adapun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi pelopor dalam peluncuran bursa karbon Indonesia. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan inisiatif ini didasarkan pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon (POJK 14/2023).

“Terdapat 10 pokok peraturan perdagangan karbon yang tertuang dalam POJK 14/2023,” ujarnya dalam konferensi pers Selasa, 26 September.

Pertama, sambung Inarno, unit karbon yang diperdagangkan melalui bursa karbon adalah efek serta wajib terlebih dahulu terdaftar di Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI) dan Penyelenggara Bursa Karbon.

“Kedua, pihak yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai bursa karbon merupakan penyelenggara pasar yang telah memiliki izin usaha sebagai Penyelenggara Bursa Karbon dari OJK,” tuturnya.

Ketiga, Penyelenggara Bursa Karbon dapat melakukan kegiatan lain serta mengembangkan produk berbasis Unit Karbon setelah memperoleh persetujuan OJK. Empat, Penyelenggara Perdagangan Karbon melalui bursa karbon wajib diselenggarakan secara teratur, wajar, dan efisien.

“Kelima, Penyelenggara Bursa Karbon wajib memiliki modar disetor paling sedikit sebesar Rp100 miliar serta dilarang berasal dari pinjaman. Jadi asal-usulnya jelas,” tegas dia.

Enam, pemegang saham, anggota direksi, dan anggota komisaris wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh OJK serta wajib melalui penilaian kemampuan dan kepatutan.

Ketujuh, OJK akan mengawasi perdagangan karbon yang meliputi infrastruktur pasar, transaksi, tata kelola, manajemen risiko, perlindungan konsumen, hingga produk atau kegiatan bursa karbon lainnya.

Delapan, dalam melakukan kegiatan usaha, penyelenggara bursa karbon diijinkan menyusun peraturan yang berlaku setelah mendapat persetujuan OJK. Kesembilan adalah setiap perubahan anggaran dasar Penyelenggara Bursa Karbon wajib mendapat persetujuan OJK dan diajukan kepada menteri yang di bidang hukum dan hak asasi manusia.

“Serta yang terakhir rencana kerja anggaran tahunan Penyelenggara Bursa Karbon wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan OJK sebelum berlaku,” tutup Inarno.