JAKARTA – Kantor Staf Presiden (KSP) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepakat untuk mengawal perdagangan karbon atau carbon trading, yang menjadi arahan presiden Joko Widodo. Komitmen ini mengemuka saat Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Dr Moeldoko, bertemu dengan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, di gedung Bina Graha Jakarta, Rabu, 11 Oktober.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada peluncuran Bursa Karbon Indonesia (BKI), Selasa, 26 September, Presiden Joko Widodo mengamanatkan lima hal terkait perdagangan karbo. Pertama, potensi karbon harus menciptakan peluang ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Kedua, perdagangan karbon di Indonesia harus mengacu pada standar karbon internasional. Ketiga, pentingnya memanfaatkan tekonologi untuk transaksi karbon yang efektif dan efisien.
Keempat, perlu menetapkan target dan jadwal, baik untuk pasar dalam negeri maupun internasional. Kelima, perlu mengatur dan memfasilitasi pasar karbon sukarela sesuai dengan praktik internasional tanpa mengganggu pencapaian Nationally Detemined Contribution (NDC) Indonesia.
“KSP dan OJK sepakat mengawal dan menindaklanjuti lima arahan Presiden ini. Tentunya dengan koordinasi bersama kementerian dan lembaga terkait,” kata Moeldoko.
BACA JUGA:
Kepala Staf Kepresidenan ini, mengapresiasi kolaborasi OJK dan Kementerian/Lembaga terkait yang sudah bergerak cepat meluncurkan Bursa Karbon. Moeldoko berharap OJK sebagai otoritas keuangan yang membawahi Perbankan, Pasar Modal, dan IKNB, dapat mendorong industrinya meningkatkan pembiayaan kepada pelaku usaha yang berada dalam ekosistem energi dan ekonomi hijau. Seperti Electrical Vehicle (EV), Hydro/Geothermal Power Plant, dan pengguna produk energi hijau lainnya.
“Ini penting untuk mendorong transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan,” ujar Moeldoko.
Pada kesempatan itu, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyampaikan sejak perdagangan perdana hingga 10 Oktober 2023, telah terjadi perdagangan karbon dalam bentuk Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) seri Indonesia Technology Based Solution sebanyak 459.967 ton CO2e, dengan total nilai RP 29,2 Miliar. Harga rata-rata per unit karbon sebesar Rp 63.502.
“Pembeli berasal dari sektor industri, pasar modal, dan perbankan,” terang Mahendra.
Di tempat terpisah, Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring Pelaporan Verifikasi Kementerian LHK, Hari Wibowo, mengungkapkan kedepan akan ada potensi penambahan supply SPE-GRK dari sektor energi terbarukan sebesar kurang lebih 900.000 ton CO2e.
Sedangkan dari sisi pembelian atau demand, sambung dia, OJK masih mempertimbangkan potensi pembelian oleh bank-bank sebagai upaya untuk mencapai target Net Zero dalam hal emisi internal mereka. “Selain itu ada potensi pembeli internasional yang tertarik membeli unit karbon dari Indonesia. Tentu ini diperlukan koordinasi dari kementerian dan lembaga terkait,” ujar Hari Wibowo saat dihubungi tim media KSP.
“Ini menjadi langkah strategis untuk menerapkan prinsip keuangan berkelanjutan yang efektif dalam menangani isu-isu terkait perubahan iklim,” tambahnya.
Selain soal perdagangan karbon, dalam pertemuan di kantor KSP ini juga dibahas tentang isu pinjaman online (pinjol). Di mana saat ini OJK sedang mengkaji regulasi terkait suku bunga dan biaya administrasi pinjaman online agar dapat memberikan persaingan yang sehat dan adil, baik bagi peminjam maupun para pemodal dan pemilik platform pinjol.