Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, hingga saat ini belum ada satu perusahaan yang mengajukan diri untuk mengikuti bursa karbon.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan, pihaknya masih memfinalkan terkait aturan turunan dari Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 atau POJK Bursa Karbon.

Hal ini dimaksudkan untuk mengatur mekanisme penyelenggaraan perdagangan karbon.

"Tentunya sebelum ada Surat Edaran OJK (SEOJK), yang mengajukan dokumen secara resmi belum ada baik dari manapun belum ada yang mengajukan dokumen karena mereka juga sedang menunggu aturan turunanya," ujar Inarno dalam konferensi pers RDK Bulanan Agustus 2023 yang dilaksanaan secara virtual, Selasa, 5 September.

Sebelumnya, OJK mengungkapkan, akan ada 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang akan berpartisipasi dalam perdagangan perdana bursa karbon ini.

Terkait mekanisme perdagangan karbon, Inarno memastikan, pada tahap awal ini perusahaan retail belum bisa berpartisipasi.

Pasalnya, perdagangan karbon hanya bisa diikuti oleh perusahaan yang memiliki Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPEGRK) dan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) yang tercatat dalam SRN PPI oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Sangat dimungkinkan ke depannya ritel bisa masuk, namun tidak masuk dalam perdagangan karbon, tapi dalam produk turunannya," kata dia.

Inarno berharap, dalam jangka pendek bisa diperdagangkan secara domestik antara yang memiliki SPEGRK.

"Tentunya jangka menengah dan panjang kita harap pelaku usaha luar negeri juga dapat lakukan jual beli unit karbon di bursa karbon Indonesia," pungkas Inarno.