Bagikan:

JAKARTA - Pembentukan bursa karbon kini memasuki fase yang sangat menentukan. Setelah pengesahan UU PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan), diharapkan aturan teknis bursa karbon dirilis dalam waktu dekat.

Urgensi perangkat aturan bursa karbon dapat mempercepat dampak positif dari potensi ekonomi hijau berbasis alam atau carbon credit potential.

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan, bursa karbon sangat diperlukan dalam mendukung percepatan target Net Zero Emission (NZE) pada 2050 karena sektor yang memiliki unit karbon positif akan mendapat insentif dari skema perdagangan karbon.

"Mekanisme bursa karbon memang sudah lama ditunggu, tentunya kualitas dari pengaturan teknis penyelenggara bursa karbon menjadi penting," kata Bhima lewat keterangan tertulis yang diterima VOI, Selasa, 18 April.

Selain itu, dibentuknya bursa karbon mampu meningkatkan validasi data yang lebih akurat, serta real-time basis transaksi karbon. Di beberapa negara yang telah menjalankan bursa karbon, sisi positif pembentukan bursa karbon membantu penentuan harga acuan unit karbon yang apple to apple terhadap standar global.

Berkaitan dengan standar acuan bursa karbon di beberapa negara, bentuk penyelenggara bursa karbon yang ideal perlu dipisah dengan bursa efek. Sebagai contoh, penyelenggara bursa karbon di AS adalah Intercontinental Exchange (ICE), sementara untuk bursa efek terdapat New York Stock Exchange (NYSE) dan Nasdaq.

Bhima juga mengungkapkan, pentingnya pengaturan bursa karbon dalam RPOJK (Rancangan Peraturan OJK) memberikan level of playing field atau ruang kompetisi yang adil kepada setiap penyelenggara yang ingin terlibat.

"Secara ekosistem dan best practices, aturan main di bursa karbon sudah selayaknya dibuat berbeda dengan bursa efek. Oleh karena itu, menjadi aneh kalau ada wacana peraturan khusus, yang mana bursa efek bisa otomatis jadi penyelenggara bursa karbon," ujarnya.

Padahal, kata Bhima, dalam Pasal 24 UU PPSK disebutkan bahwa bursa karbon hanya dapat diselenggarakan oleh penyelenggara yang mendapat izin usaha OJK, bukan otomatis berasal dari penyelenggara bursa efek.

"Kami perlu memastikan aturan teknis, khususnya dalam perizinan usaha, bursa karbon tidak ekslusif hanya untuk bursa efek, tetapi terbuka bagi penyelenggara lainnya," ungkapnya.

Salah satu perbedaan yang paling jelas didalam bursa karbon terdapat penjual/pembeli dan pedagang karbon, sementara bursa efek lebih berperan memfasilitasi investor dengan emiten.

Ekonom itu mengatakan, fungsi bursa karbon sebagai price discovery (penemuan harga acuan karbon), sementara bursa efek memiliki fungsi pencarian dana bagi emiten.

Usulan bursa efek menjadi penyelenggara bursa karbon menimbulkan beragam pertanyaan besar terhadap desain bursa karbon dan efektivitas perdagangan karbon di Indonesia.

"OJK pun perlu hati-hati dalam merumuskan aturan penyelenggara bursa karbon. Kami tentu melihat bahwa pemain bursa karbon ke depan bisa muncul perusahaan teknologi sebagai penyelenggara yang bukan bagian dari bursa efek. Inovasi yang muncul di ekosistem bursa karbon perlu difasilitasi oleh OJK," jelas Bhima.

"Khawatir jika dibatasi hanya bursa efek yang otomatis menjadi penyelenggara bursa karbon akan menghambat laju inovasi dan kedalaman pasar karbon, karena kebingungan dari mekanisme bursa karbon menjadi disinsentif bagi pelaku pasar yang ingin terlibat," pungkasnya.