Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (Ditjen Gatrik) menargetkan 99 unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mengikuti perdagangan karbon pada tahun 2023.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu merinci, pembagian 99 unit PLTU Batubara dari 42 perusahaan tersebut adalah 55 unit PLTU dari PLN Group dan 44 unit PLTU dari Independent Power Producer (IPP).

"99 Pembangkit yang mengikuti perdagangan karbon pada 2023 ini adalah PLTI di atas 100 MW. Pada 2024 di atas 50 MW PLTUnya kita masukkan lagi. Nah, di 2025 semua pembangkit akan ikut dalam pasar karbon baik PLTGU maupun PLTG," ungkap Jisman dalam Energy Corner yang dikutip Selasa, 14 Maret.

Jisman menjelaskan, target pengurangan emisi CO2 sektor energi Indonesia sebesar 358 juta ton CO2e atau 12,5 persen dengan kemampuan sendiri, dan 446 juta ton CO2e atau 15,5 persen dengan bantuan internasional dari skenario Business as Usual (BAU) pada tahun 2030.

Menurut Jisman, untuk dapat mencapai target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca tersebut, diperlukan juga peranan dari non-party stakeholder (NSP) sehingga penurunan emisi CO2 tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah.

"Instrumen yang dapat menarik minat dari NPS dalam mengurani emisi GRK adalah melalui perdagangan karbon,” jelas Jisman.

Pelaksanaan perdagangan karbon saat ini disebut Jisman dilakukan melalui perdagangan langsung antar pelaku usaha yang berpartisipasi pada perdagangan karbon, baik melalui mekanisme perdagangan emisi maupun offset emisi GRK.

“Harga karbon bisa ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara peserta perdagangan karbon, sehingga dapat dikatakan harga karbon adalah mengikuti dengan harga pasar. Walaupun belum dibentuknya bursa karbon dan penetapan harga, pelaku usaha tetap dapat melakukan perdagangan karbon secara langung (Business to Business) antar unit pembangkit tenaga listrik,” kata Jisman.

Seperti diketahui Kementerian ESDM secara resmi telah meluncurkan Perdagangan Karbon Subsektor Tenaga Listrik pada 22 Februari 2023 lalu.

Berdasarkan peta jalan perdagangan karbon yang telah disusun, pelaksanaan perdagangan karbon berpotensi dapat menurunkan emisi GRK sebesar lebih dari 36 juta ton CO2e di tahun 2030.

Peluncuran Perdagangan Karbon ini merupakan tindak lanjut dari amanat Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional.

Perdagangan karbon ini merupakan wujud komitmen Indonesia dalam mendukung pencapaian Net Zero Emission dan menurunkan Emisi GRK.