OJK Optimistis ASEAN Jadi Kawasan Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan
Ilustrasi OJK (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis ASEAN dapat menjadi kawasan ekonomi dengan pertumbuhan yang cepat, inklusif, dan berkelanjutan.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, mendekati tahun 2030, Indonesia harus dapat merealisasikan komitmen nasional NDC (Nationally Determined Contributions) pada pengurangan emisi Gas Rumas Kaca (Greenhouse Gas), pencapaian target NDC menuju net zero emissions, dan yang menjadi kunci utama adalah transisi ke ekonomi rendah karbon.

"khususnya pada 6 sektor fokus yang diprioritaskan dalam the ASEAN Taxonomy Version 1," kata Inarno mengutip keterangan tertulis, Kamis, 23 Maret.

Lebih lanjut Inarno meyakini ACMF sebagai kelompok regulator Pasar Modal dapat berkontribusi dalam proses transisi ke ekonomi rendah karbon, karena proses tersebut membutuhkan infrastruktur, teknologi, dan pembiayaan.

ACMF juga akan memperkuat perannya untuk mendukung transisi ke ekonomi rendah karbon dengan mengembangkan pedoman transisi yang akan memandu perusahaan agar proses transisi tersebut transparan dan kredibel. Selain itu, dalam pertemuan hari ini juga dibahas mengenai pengembangan pedoman Voluntary Carbon Market (VCM) yang berfokus pada aspek pengungkapan (disclosure) dan transisinya.

"Untuk dua topik penting tersebut, pedoman transisi dan pedoman VCM, kami meminta dukungan dari semua anggota untuk memastikan target yang telah ditetapkan dapat tercapai," kata Inarno.

ACMF akan terus memperkuat kolaborasi dengan ISSB (International Sustainability Standards Board) dalam mendorong corporate sustainability disclosure, membangun awareness, meningkatkan kompetensi teknis, dan meningkatkan transfer pengetahuan.

Dalam memanfaatkan kolaborasi formal ACMF-ISSB ini terdapat program peningkatan kapasitas untuk regulator dan persiapan pelaporan keberlanjutan yang menjadi prioritas ACMF, sebelum publikasi dan penerapan standar ISSB.

Tahun ini ACMF juga menantikan peluncuran the Sustainable Finance Knowledge Hub, the ASEAN Green Lane dan publikasi Revisi ACGS (ASEAN Corporate Governance Scorecard) yang menggabungkan elemen keberlanjutan agar selaras dengan OECD Principles yang telah direvisi.

Berdasarkan data the ASEAN Green, Social, and Sustainability Bond Standards yang diperkenalkan pada 2017 dan 2018, per 15 Maret 2023, obligasi/sukuk hijau, sosial, atau berkelanjutan berlabel ASEAN telah diterbitkan dengan nilai sebesar 38,06 miliar dolar AS.

Diskusi dalam pertemuan tersebut juga menekankan pentingnya fungsi jaringan pengawasan aset digital ACMF sebagai respons terhadap meningkatnya peran aset digital di pasar keuangan dan perdagangan, sekaligus melindungi investor dari praktek yang merugikan akibat kurang memadainya regulasi dan pengawasan.

ACMF dibentuk tahun 2004 di bawah naungan forum Menteri Keuangan ASEAN yang terdiri dari 10 negara anggota ASEAN yaitu Brunei Darussalam Central Bank (BDCB), Securities and Exchange Regulator of Cambodia (SERC), Indonesia Financial Services Authority (Otoritas Jasa Keuangan/OJK), Lao Securities Commission Office (Lao SCO), Securities Commission of Malaysia (SCM), Securities and Exchange Commission of Myanmar (SEC Myanmar), Securities and Exchange Commission of Philippines (SEC Philippines), Monetary Authority of Singapore (MAS), Securities and Exchange Commission of Thailand (SEC Thailand), dan State Securities Commission of Vietnam (SSC Vietnam).

Tujuan ACMF adalah mengembangkan Pasar Modal di kawasan ASEAN dengan fokus pada harmonisasi kerangka pengaturan dalam rangka mencapai integrasi Pasar Modal yang lebih baik di ASEAN.