Soal Usulan Pemisahan TikTok Shop dari Media Sosial, Pengamat: Sebuah Langkah Mundur Pemerintah
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Usulan pemisahan antara TikTok Shop dari aplikasi media sosial (medsos) TikTok terus dibahas hingga saat ini. Hal tersebut telah diungkapkan mulai dari Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Saat meninjau pembangunan IKN Nusantara beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi pun memandang bahwa seharusnya TikTok hanya berperan sebagai media sosial, bukan merangkap menjalankan bisnis e-commerce. Hal itu seiring dengan keberadaan TikTok Shop yang dianggap sebagai pemicu utama sepinya usaha pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta.

Terkait hal tersebut, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, bahwa pelarangan aktivitas perdagangan di media sosial justru merupakan sebagai langkah mundur yang menghambat digitalisasi UMKM.

Sebab, kata Huda, berdasarkan data Pusat Badan Statistik (BPS), media sosial menjadi platform kedua terbanyak yang digunakan para pelaku UMKM untuk berjualan secara daring (online).

Adapun untuk posisi pertama ditempati oleh platform pesan instan, seperti WhatsApp dan Facebook. Lalu, untuk posisi ketiga dan keempat, yakni ada e-commerce atau marketplace dan website.

"Jadi, saya bisa artikan jika sosial media dilarang untuk berjualan, itu memutus satu langkah (step) UMKM bisa go digital dan sebuah langkah mundur dari pemerintah," kata Huda saat dihubungi VOI, Senin, 25 September.

Huda mengatakan, social commerce merupakan sesuatu yang tidak dapat dilarang sepenuhnya karena sejatinya interaksi di sosial media tidak dapat diatur apakah mau jual beli atau interaksi lainnya.

Menurut dia, alih-alih melarang TikTok Shop, pemerintah seharusnya mengatur social commerce agar setara dengan e-commerce dan pedagang offline di pasar fisik. Dengan aturan setara, diharap bakal tercipta level playing field.

Selain aturan setara, pembatasan produk impor juga diperlukan untuk melindungi produk lokal. Misalnya, dibentuk aturan pemberlakuan disinsentif bagi produk impor, dan sebaliknya, memberikan insentif bagi produk lokal, serta pengenaan pajak dan sebagainya pada produk impor menjadi krusial diterapkan di social commerce.

"Maka, seharusnya ada pengaturan untuk social commerce yang disamakan dengan e-commerce karena prinsipnya, kan, sama-sama jualan menggunakan internet," ujar Huda.

"Tahun 2019 saya sudah sampaikan bahwa social commerce ini akan lebih sulit diatur karena sifatnya yang tidak mengikat ke perusahaan aplikasi. Akan banyak loophole di situ," tambahnya.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta, mengeluhkan penjualannya yang menurun tajam belakangan ini.

Mereka pun protes dan meminta pemerintah untuk menutup TikTok Shop. Hal itu diungkapkan mereka kepada Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki saat berkunjung ke Pasar Tanah Abang, pada Selasa siang, 19 September.

Anton (36) salah satu pedagang di Pasar Tanah Abang mengatakan, TikTok Shop telah sangat merugikan pedagang di Tanah Abang. Sebab, harga yang ditawarkan di platform tersebut sangat murah dibandingkan di mal dan juga Pasar Tanah Abang.

"Ya, minta tolong sama pak Menterinya, online shop, TikTok yang pengaruh banget buat pedagang di sini, bisa (tolong dicarikan) lah solusinya," ujar Anton kepada wartawan.

Dia menilai, harga di TikTok Shop sangatlah murah dan tidak masuk akal.

Adapun pedagang lainnya bernama Anggi (31) juga mengeluhkan hal yang sama. Dia meminta pemerintah segera menutup TikTok Shop karena membuat omzet penjualannya turun drastis.

"Omzet itu berkurang 80-90 persen. Biasanya (pendapatan) saya Rp40-50 juta, sekarang dapat Rp1 juta saja sulit," ujarnya.