JAKARTA - Perwakilan administrasi pabean dari seluruh negara anggota ASEAN kembali bertemu dalam rangka pertemuan the 13th Technical Sub-Working Group on Classification (TSWGC) yang digelar jakarta pada pekan ini. Disebutkan bahwa TSWGC merupakan salah satu forum kerja sama kepabeanan di ASEAN yang saat ini dipimpin Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), yang khusus membahas mengenai klasifikasi barang dan ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature (AHTN) di tingkat regional.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Bea Cukai Deni Surjantoro dalam keterangan resmi mengungkapkan bahwa pembentukan dan penyelenggaraan pertemuan TSWGC sendiri merupakan salah satu wujud komitmen dari administrasi pabean ASEAN dalam memfasilitasi perdagangan.
“Kami mendorong terciptanya keseragaman klasifikasi barang di ASEAN yang disusun berdasarkan standar internasional,” ujar dia pada Rabu, 6 September.
Menurut Deni, implementasi klasifikasi barang yang seragam tidak hanya penting untuk mendukung administrasi pabean dalam mengumpulkan pendapatan negara namun juga penting bagi sektor bisnis.
“Ini dapat meningkatkan efisiensi logistik dengan menghindari dispute klasifikasi barang yang berpotensi menciptakan hambatan perdagangan yang tidak perlu, serta membantu menciptakan lingkungan bisnis yang lebih adil dan kompetitif,” tuturnya.
Deni menjelaskan, pertemuan kali ini membahas beberapa isu penting seperti prosedur dan kriteria teknis review AHTN 2022 dan program kerja review AHTN 2022. Adapun, hasil dari pembahasan di TSWGC berupa AHTN ini akan menjadi Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) yang nantinya ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan untuk digunakan sebagai sistem pengelompokkan barang di Indonesia.
“Hal itu mencakup keperluan fiskal berupa tarif bea masuk, bea keluar, pajak dalam rangka impor, maupun keperluan non-fiskal seperti pengumpulan data statistik, monitoring barang yang dikenakan ketentuan larangan dan pembatasan serta keperluan lainnya,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Teknis Kepabeanan Fadjar Donny Tjahjadi mengungkapkan sistem klasifikasi barang bersifat dinamis dan akan selalu berevolusi dari waktu ke waktu menyesuaikan kemajuan teknologi, perubahan pola perdagangan, dan perkembangan situasi global sehingga perlu diperbarui secara berkala. Kata dia, langkah-langkah yang ditempuh mengacu pada World Customs Organization (WCO).
“Hal serupa juga perlu dilakukan di ASEAN dengan melakukan update terhadap AHTN agar selaras dengan Harmonised System (HS) dan perkembangan ekonomi terkini,” sebut dia.
BACA JUGA:
Sebagai informasi, sejak disepakatinya Protocol Governing the Implementation of the AHTN oleh Menteri Keuangan ASEAN yang menandai implementasi AHTN oleh negara-negara ASEAN pada 2003 lalu, ekonomi ASEAN telah berkembang secara signifikan. Dalam waktu 20 tahun terakhir, ASEAN telah tumbuh menjadi salah satu pusat kekuatan ekonomi yang diperhitungkan dunia.
Oleh karenanya, ASEAN akan berfokus merumuskan sistem klasifikasi barang yang simpel dan transparan, namun tetap relevan dengan perkembangan jaman dan dapat mengakomodir kebutuhan pengumpulan data statistik untuk penyusunan kebijakan perdagangan yang lebih baik di masa mendatang.
“Saat ini adalah momen yang tepat untuk melakukan strategic review atas kriteria dan ketentuan review AHTN agar AHTN lebih merefleksikan kondisi perdagangan internasional terkini, sekaligus menyusun rencana kerja yang tepat dalam rangka menyelesaikan pembahasan AHTN 2027,” ungkap Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Selatan Taufik Ismail.