JAKARTA – Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan bahwa strategi green refinery (pemurnian/pengolahan bahan bakar lebih ramah lingkungan) adalah salah satu dari delapan pilar perseroan dalam mendukung agenda transisi energi.
Menurut dia, green refinery sangat relevan untuk mencapai target keamanan energi nasional (energy security) dan kemerdekaan energi nasional (energy independency) melalui optimalisasi sumber daya lokal yang dimiliki.
“Kami punya banyak sumber bioenergi. Ini bisa kami lihat melalui biodiesel B30 yang 30 persen (dari bahan bakar ini) berasal dari minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). Dengan upaya, kami bisa mengurangi emisi karbon 28 juta ton per tahun. Di sisi lain, kami juga mengurangi kebutuhan impor bahan bakar,” ujar dia dalam diskusi bertema Energi dalam rangkaian KTT ASEAN di Jakarta, Rabu, 6 September.
Selanjutnya, sambung Nicke, Pertamina akan melakukan hal yang sama untuk bahan bakar jenis bensin.
“Kami akan mencampurkan bensin dengan bioetanol. Lalu kami juga akan mengembangkan sustainable aviation fuel atau SAF (bahan bakar ramah lingkungan untuk pesawat komersial),” tuturnya.
BACA JUGA:
Nicke meyakini langkah ini bukan saja baik bagi lingkungan tetapi juga kesempatan untuk mengakselerasi perekonomian dalam skala yang lebih luas.
“Dengan bioenergi ini maka akan semakin banyak perkebunan yang ada dan itu membuka kesempatan kerja,” tegas dia.
Dalam pemberitaan VOI sebelumnya, Pertamina berencana hanya menjual tiga produk bahan bakar minyak (BBM) pada 2024. Adapun yang dijual adalah Pertamax Green 92, Pertamax Green 95 dan Pertamax Turbo.
Disebutkan bahwa Pertamax Green 92 dengan campur RON 90 degan 7 persen etanol atau E7, kedua Pertamax Green 95 campuran Pertamax dengan 8 persen etanol dan ketiga adalah Pertamax Turbo.