Imbas Kasus IMEI Ilegal, Jubir Kemenperin Imbau Pegawai Hindari Konflik Kepentingan
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif. (Foto: Theresia Agatha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif mengimbau agar seluruh pegawai di kementerian terkait untuk menghindari konflik kepentingan dalam menjalankan tugasnya.

Hal ini sebagai imbas dari adanya kasus pendaftaran International Mobile Equipment Identity (IMEI) ilegal dalam sistem Centralized Equipment Identity Register (CEIR) beberapa waktu lalu.

"Kami tetap mengimbau agar dalam bekerja itu sesuai dengan aturan yang ada, hindari konflik kepentingan, terus hindari korupsi," kata Febri kepada wartawan ditemui di Gedung Kemenperin, Jakarta, pada Kamis, 31 Agustus.

Febri mengatakan, pihaknya siap mengikuti semua proses hukum yang ada.

Terlebih, ada pegawai Kemenperin yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

"Kami menghormati proses hukum di Bareskrim dan kami apresiasi setinggi-tingginya kepada Bareskrim," ujarnya.

Dia menambahkan, Kemenperin akan tetap mengikuti langkah-langkah yang akan dilakukan Bareskrim Polri ke depannya.

"Kami ikutin Bareskrim saja, tetapi intinya tetap kami mengapresiasi penyidikan oleh Bareskrim," pungkas Febri.

Diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri bakal mematikan atau shutdown sebanyak 191 ribu ponsel yang terdata menggunakan International Mobile Equipment Identity (IMEI) ilegal.

Namun, pelaksanaannya usai koordinasi dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

"Terkait shutdown 191 ribu masih dilakukan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak," ujar Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid saat dikonfirmasi, Selasa, 1 Agustus.

"Yang bertanggung jawab terkait registrasi IMEI dan provider HP," sambungnya.

Tujuan koordinasi itu untuk mencari metode dalam mematikan ratusan ribu ponsel dengan IMEI ilegal tersebut. Sehingga, nantinya tak merugikan masyarakat.

Dalam kasus ini, Bareskrim telah menetapkan enam orang tersangka, dua di antaranya berstatus pegawai Kemenperin dan Dirjen Bea Cukai.

Adapun dua orang yang bekerja di instansi pemerintahan masing-masing berinisial F merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenperin dan A pegawai Dirjen Bea Cukai.

Sedangkan, untuk empat tersangka lainnya merupakan pihak swasta yang berperan sebagai pemasok device elektronik ilegal tanpa hak dalam tahapan masuk. Mereka berinisial P, D, E, dan P.