Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif buka suara soal hilirisasi nikel yang lebih menguntungkan China.

Irwandy mengakui jika perusahaan smelter yang masuk ke Indonesia merupakan smelter kerja sama yang 90 persen merupakan perusahaan CHina.

"Kita lihat hilirisasi nikel memang 100 persen RKEF Rotary Kiln-Electric Furnace) yang prosesnya pure metalurgi dan menghasilkan nikel pig iron dan feronikel. Yang masuk smelter kerja sama ya 90 persen dari CHina," ujarnya kepada awak media di Gedung Kementerian ESDM, Jumat 18 Agustus.

Irwandy juga menjelaskan jika awal mula banyak bermunculan smelter asal CHina. Menurutnya hal ini bermula dari program hilirisasi Indonesia yang menggandeng Vale Kanada yang lebih dahulu dikenal sebagai INCO yang mengolah nikel matte dan PT Antam yang juga mulai melakukan hilirisasi.

"Kenapa mereka (China) terpilih karena memang murah kan oleh bisnis dan kalau dulu, Inco itu kan dari Kanada ya teknologinya. Terakhir-terakhir masuk yang murah (China)," beber Irwandy.

Meski didominasi perusahaan China, Irwandy menegaskan jika Indonesia tetap mendapatkan nilai tambah dari hilirisasi nikel yang dilakukan. Selain itu, Indonesia juga akan menggaet mitra lain selain China untuk bekerja sama dalam program hilirisasi ke depannya.

"Tapi kalau kita lihat sebenarnya penerimaan kita meningkat ya itu menurut saya. Memang nanti ada partner lain juga yang bekerja sama kedepan bukan dari China saja terutama nanti RKEF yang baru yang sudah disetujui," beber Irwandy.

Sebelumnya Ekonom Senior INDEF Faisal Basri menyebut kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia hanya menguntungkan China. Faisal menyebut jika strategi yang dilakukan indonesia hanya hilirisasi dan bukan industrialisasi.

"Sayangnya tidak ada strategi industrialisasi. Yang ada adalah kebijakan hilirisasi. Beda," ujar Faisal dalam Seminar KTT INDEF 2023, Selasa 8 Agustus.

Faisal merinci, jika berdasarkan data 2014, nilai ekspor bijih nikel kode HS 2604 tercatat hanya Rp1 triliun. Ini didapat dari ekspor senilai 85,913 juta dolar AS dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama yaitu Rp11.865 per dolar AS.

"Lalu, dari mana angka Rp510 triliun? Berdasarkan data 2022, nilai ekspor besi dan baja kode HS 72 yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi adalah 27,8 miliar dolar AS. Berdasarkan rerata nilai tukar rupiah tahun 2022 sebesar 14.876 per dolar AS, nilai ekspor besi dan baja kode HS 72 setara dengan Rp413,9 triliun," beber Faisal.

Terlepas dari perbedaan data antara yang disampaikan Presiden dan hitung-hitungannya, lanjut Faisal, memang benar adanya bahwa lonjakan ekspor dari hasil hilirisasi, yaitu 414 kali lipat sungguh sangat fantastis.

"Namun, apakah uang hasil ekspor mengalir ke Indonesia? Mengingat hampir semua perusahaan smelter pengolahan bijih nikel 100 persen dimiliki oleh China dan Indonesia menganut rezim devisa bebas, maka adalah hak perusahaan China untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri," tegas Faisal.