Bagikan:

JAKARTA - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, China adalah negara yang paling diuntungkan dari hilirisasi nikel Indonesia.

Bhima menilai, klaim beberapa pihak yang mengatakan hilirisasi nikel akan memberi manfaat untuk Indonesia tidak sepenuhnya benar.

"Kalau ditanya siapa yang paling diuntungkan dari hilirisasi nikel, 80-90 persen China jadi penikmat utamanya," kata Bhima di Jakarta, dikutip Rabu, 21 Februari.

Dia mengeklaim, China adalah pelaku utama dari industri ini. Parahnya, banyak dari perusahaan China yang tidak menggunakan konsep yang mengedepankan keberlanjutan atau environmental, social and governance (ESG).

"Saat ini, China merupakan investor terbesar dalam pembangkit listrik tenaga batu bara di Indonesia, dengan lebih dari 70 persen kepemilikan dimiliki oleh 14 perusahaan pengolahan dan pertambangan logam swasta dan milik negara," ujar Bhima.

Dalam kesempatan yang sama, Bhima turut memaparkan temuan Celios soal besaran penyerapan tenaga kerja Indonesia dari hilirisasi nikel.

"Di tahun pertama saja, temuan kami menunjukkan hasil negatif pada indikator penyerapan tenaga kerja, angka pastinya ada di -1.309 orang," ucapnya.

Di samping itu, Indonesia memiliki tiga lokasi smelter nikel utama, yaitu di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara.

Menurut Bhima, penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Tengah menunjukkan hasil -4.429 di tahun pertama. Lalu, Sulawesi Tenggara (-2.733) dan Maluku Utara (3.205).

"Artinya, hilirisasi nikel sama sekali tidak mampu menyerap tenaga kerja bahkan di awal tahun pelaksanaan," tuturnya.

Bhima menambahkan, lantaran adanya hilirisasi nikel, sektor pertanian dinilai menurun paling dalam diikuti sektor lainnya pada tahun kesembilan keberadaan industri nikel di Maluku Utara.

"Deforestasi disertai penurunan kualitas air bersih dan udara berpengaruh terhadap total output industri nikel ini," imbuhnya.