Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengibaratkan Presiden Joko Widodo sebagai sopir angkot.

Hal itu lantaran sikapnya yang berani dalam melanjutkan hilirisasi dan menyetop ekspor bahan mineral mentah.

Padahal, kata dia, banyak negara pengimpor nikel dan bahan mentah lainnya menentang keputusan kepala negara tersebut.

Dengan Jokowi sebagai sopir, ia juga mengibaratkan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Panjaitan sebagai kernet.

"Kalau saya analogikan beliau kayak supir Medan. Naik gak naik, kita jalan. Dan, yang jalan ini kebetulan juga berani, investornya. Pak Luhut ada di mana? Ini kernetnya. Ini juga jago, dan sangat berani. Ini perjumpaan yang saya bilang tadi, Indonesia pusaka," ujar Lutfi dalam acara 'Blak-blakan Soal Mobil Nasional d Polemik LFP VS Nikel', Senin, 29 Januari.

Dikatakan Lutfi, RI menghadapi investor yang tidak konsisten yang awalnya mendukung hilirisasi.

Namun ketika hilirisasi dilakukan, penilaian tersebut berubah menjadijadi bersifat subjektif dan menganggap hilirisasi bukan keputusan yang baik.

Dia menyebut, terkait industri baterai kendaraan listrik, China sebagai negara yang banyak menguasai industri nikel kemudian mulai berinvestasi di dua teknologi baterai seperti Lithium Ferro Phosphate (LFP) dan baterai berbasis Nickel-Mangan-Cobalt (NMC).

Hal ini, kata dia, disebabkan China melihat peluang seperti penduduk China yang semakin bertumbuh, berbeda dengan negara maju yang cenderung menurunkan jumlah penduduk dari waktu ke waktu.

Dengan adanya peluang tersebut, lanjut Lutfi, risk appetite China berbeda dengan negara maju.

"Ini supir Medan dan kenek Medan ketemu sama negara yang belum pernah ketemu dua-duanya," pungkas Lutfi.