JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memungkiri keputusan pemerintah menggiatkan hilirisasi industri, utama di sektor tambang, memberi tekanan tersendiri dalam jangka pendek.
Meski demikian, dia menyebut manfaat yang lebih besar bakal diraih Indonesia dalam termin panjang ke depan.
“Upaya ini sedang kita lakukan dan harus terus dilanjutkan. Ini memang pahit bagi pengekspor bahan mentah. Ini juga pahit bagi pendapatan negara jangka pendek. Tapi jika ekosistem besarnya sudah terbentuk, jika pabrik pengolahannya sudah beroperasi.
Saya pastikan Ini akan berbuah manis pada akhirnya. Terutama bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia,” ujarnya di Sidang Tahunan MPR, Rabu, 16 Agustus.
Presiden menjelaskan, hilirisasi yang ingin kini dilakukan adalah hilirisasi yang bersifat komprehensif dan tidak hanya terpaku pada komoditas mineral.
“Tapi di sisi nonmineral (kita lakukan) seperti sawit rumput laut kelapa dan komoditas potensial lainnya yang mengoptimalkan kandungan lokal dan yang bermitra dengan UMKM petani dan nelayan sehingga manfaatnya terasa langsung bagi rakyat kecil,” tuturnya.
Sebagai gambaran, investasi hilirisasi nikel tumbuh pesat dengan berdirinya 43 pabrik pengolahan dan membuka peluang kerja yang sangat besar.
“Ini baru 1 komoditas,” tegasnya.
BACA JUGA:
Kepala Negara mencatat, berdasar hitung-hitungan perkiraan dalam 10 tahun, pendapatan per kapita per tahun penduduk Indonesia akan capai Rp153 juta atau setara 10.900 dolar AS.
Lalu, dalam 15 tahun pendapatan per kapita kita akan capai Rp217 juta atau 15.800 dolar AS. Kemudian, dalam 22 tahun pendapatan per kapita akan capai Rp331 juta atau setara 25.000 dolar AS.
Sebagai perbandingan, pada 2022 yang lalu pendapatan per kapita penduduk Indonesia berada di angkaRp 71 juta. Artinya dalam 10 tahun melonjak dua kali lipat lebih.
“Berdasar International Institute for Management Development (IMD), daya saing kita di 2022 naik dari rangking 44 menjadi 34. Ini merupakan kenaikan tertinggi di dunia,” tegas Presiden.