JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif buka suara soal rencana banding yang akan diajukan oleh PT Freeport Indonesia terkait bea keluar.
Arifin memastikan jika pemerintah tidak akan melakukan revisi atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 71/2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
"Enggak (revisi)," ujar Arifin singkat saat ditemui awak media di Gedung Kementerian ESDM, Jumat 11 Agustus.
Arifin memastikan jika pihaknya akan menindaklanjuti keberatan PT Freeport atas peraturan tersebut.
"“Kan dia (Freeport) bisa melakukan upaya appeal (banding) kan prosesnya nanti kita tidak lanjuti," lanjut Arifin.
Pada kesempatan terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan jika PMK tersebut telah sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
“Pemenuhan kewajiban pembayaran bea keluar dan tarifnya ini dikaitkan dengan progress/kemajuan pembangunan smelter,” ujar dia, Jumat, 11 Agustus.
Febrio menjelaskan, PMK 71 relevan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 terkait dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan perpajakan untuk bidang usaha tambang/ mineral.
“Ini sejalan dengan Undang-Undang Minerba. Dalam PP 37 itu disebutkan jenis-jenis penerimaan negara yang mengikuti peraturan perundang-undangan disebut prevailing dan bersifat tetap, untuk periode tertentu itu diatur,” tutur dia.
Diberitakan sebelumnya jika Freepot Indonesia telah diberikan izin ekspor pada 24 Juli 2023 untuk mengekspor 1,7 juta metrik ton konsentrat tembaga.
Freeport juga menyebut jika kewajiban ekspor yang selama ini dilakukan merujuk pada perizinan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang disepakati pada PMK No.164 tahun 2018 yang menyebut tidak ada kewajiban ataupun pengenaan bea keluar jika perkembangan proyek smelter sudah mencapai 50 persen.
Sementara itu dalam peraturan yang baru, pemerintah akan tetap mengenakan kewajiban bea keluar dengan besaran tarif 5 hingga 10 persen.
BACA JUGA:
VP Corporate Communications PTFI, Katri Krisnati mengatakan jika dalam proses penerapan Bea Keluar, dikenal mekanisme pengajuan keberatan dan banding terhadap penghitungan penetapan Bea Keluar yang merupakan wadah dalam rangka mewujudkan kebijakan kepabeanan yang obyektif dan akurat.
Menurut Katri, wajar bagi setiap pelaku usaha untuk menempuh mekanisme keberatan dan banding tersebut apabila ada perbedaan pandangan antara otoritas kepabeanan dengan pelaku usaha yang bersangkutan dalam penerapan peraturan kepabeanan.
"Sehubungan dengan konteks di atas, kami memahami adanya kemungkinan pengajuan keberatan dan banding, namun kami tetap berharap Pemerintah senantiasa menerapkan ketentuan Bea Keluar bagi PTFI sesuai dengan IUPK yang sudah disetujui bersama," pungkas Katri.