Bagikan:

JAKARTA - Bapak paruh baya, Achmad Latief tidak pernah menyangka batik yang dibuatnya diminati oleh pelanggan dari luar negeri.

Kerja keras pengrajin batik asal Boyolali itu berbuah manis, meski memulai bisnis dari keadaan bangkrut, pengusaha itu bisa kembali dengan hasil yang mengesankan.

Tidak hanya menembus omzet miliaran Rupiah, Achmad Latief juga berhasil memperluas pasarnya hingga mancanegara karena kemudahan ekspor secara eceran yang dia dapatkan.

“Alhamdulillah sekarang sudah banyak pelanggan ekspor saya di Singapura dan Malaysia. Saya senang bisa memperkenalkan produk dalam negeri ke dunia luar, ya, bangga banget rasanya karena nggak pernah nyangka bisa ada yang tertarik beli di luar negeri. Waktu itu penjualan ekspor perdana ke Malaysia,” tutur pemilik usaha bernama Toko Zahra 27 itu, dikutip Kamis 10 Agustus.

Kesuksesan Achmad Latif sebagai pejuang usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tidak datang dalam semalam. Sebelum berhasil mendapatkan omzet miliaran dan menjangkau pasar luar negeri, Achmad terlebih dulu menjalani perjalanan bisnis yang berliku dan penuh tantangan.

Pada tahun 2008, pria berusia 37 tahun itu membuka usaha batiknya sendiri di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta. Namun, kios batik milik Achmad harus ditutup total pada saat pandemi COVID-19.

Omzetnya pun anjlok drastis hingga nol rupiah dan membuat dia bangkrut. Tidak menyerah, Achmad, yang mendapatkan saran dari rekannya, memulai bisnis online.

Pada akhir tahun 2020, Achmad memutuskan membuka toko online-nya di marketplace dengan pertimbangan pangsa pasar yang luas dan menjangkau seluruh Indonesia.

Meskipun awalnya kebingungan menjalankan bisnis online-nya, namun, dengan semangat pantang menyerah, Achmad belajar dengan giat hingga mampu memahami seluk-beluk berjualan secara digital.

"Awalnya, saya ragu dan bingung. Saya terbiasa jualan langsung ketemu orangnya, ini tiba-tiba cuma pakai handphone dan komputer saja. Tapi, perlahan-lahan saya mulai menikmati dan ternyata nggak sesulit yang saya bayangkan, apalagi saya juga ikut Bimbel Shopee, dan diajari caranya memulai bisnis secara online. Ya, akhirnya saya menikmati sekali jualan online ini,” ujar Achmad

Ekspor secara eceran

Perjuangan dan kerja kerasnya mulai membuahkan hasil, omzetnya secara perlahan meningkat, dan prestasi yang ia raih menjadi semangat untuk terus berkembang. Pada akhir tahun 2021, usaha Achmad mulai membaik dengan omzet yang terus meningkat dari puluhan juta hingga ratusan juta.

Pria itu pun berhasil membangun gudang dan rumah produksi di Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pada bulan Ramadhan lalu, Toko Zahra 27 milik Achmad mampu menyentuh omzet hingga miliaran rupiah.

Tidak puas dengan kesuksesan di pasar dalam negeri, Achmad juga memanfaatkan program Ekspor Shopee untuk mengembangkan pasar internasional.

Produk batik buatannya merambah pasar di Singapura dan Malaysia, membawa kebanggaan tersendiri dalam kiprahnya sebagai pejuang UMKM.

“Sebagai penjual batik, ya, saya bangga sekali produk saya bisa dibeli oleh orang luar negeri, terutama pelanggan kami di Singapura dan Malaysia. Karena memang semudah itu, jadi, saya bisa jual ratusan produk per bulan. Jadi, sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan,” kata Achmad.

Shopee merupakan satu-satunya e-commerce yang memungkinkan pelaku usaha kecil untuk dapat menembus pasar ekspor melalui mekanisme cross border commerce.

Program itu merupakan sebuah gebrakan besar bagi pelaku UMKM lokal karena memberikan kemudahan bagi pegiat UMKM lokal seperti Achmad untuk bisa mengekspor produknya ke mancanegara dengan mekanisme yang sangat mudah.

Berbeda dengan mekanisme ekspor konvensional yang harus memenuhi kuota tertentu, Program Ekspor Shopee memungkinkan Achmad bisa mengekspor produk batiknya dalam jumlah berapapun, sesuai pesanan pelanggan.

“Alhamdulillah, nggak ribet sama sekali. Kita nggak perlu tambah biaya apapun dan buat pelanggan juga nggak harus bayar ongkir (ongkos kirim) mahal-mahal, mau beli satu atau dua saja juga gampang. Saya tetap bisa jual produk saya yang harganya mulai dari Rp40 ribu sampai yang paling mahal Rp200 ribu,” dia mengungkapkan.

Berkat bisnisnya yang semakin stabil, Achmad saat ini mampu memberdayakan keluarga dan puluhan warga di lingkungan rumahnya untuk menuangkan ide dan tenaga dalam mengelola produksi batik Toko Zahra 27 agar semakin berkembang.