Bagikan:

JAKARTA - Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga buka suara mengenai perbedaan spesifikasi pada rangkaian LRT Jabodebek. Temuan dari pembuatan rangkaian LRT Jabodebek ini, menurutnya bisa jadi masukan bagi perusahaan INKA sendiri.

“(Penguatan produksi) dalam negeri konsekuensinya adalah kita harus membuat, ada pembelajaran. Tapi ini bukan pembelajaran mahal, tapi memang itu nanti membuat INKA menjadi lebih jago,” katanya di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis, 3 Agustus.

Arya megatakan perbedaan spesifikasi ini menjadi konsekuensi logis yang dihadapi INKA. Pasalnya, LRT Jabodebek merupakan LRT generasi terbaru dimana tidak ada masinis.

“Ini adalah LRT generasi terbaru, dimana enggak memakai masinis. Ini artinya ada alih teknologi, dan namanya alih teknologi itu punya konsekuensi logis terhadap yang namanya ada kita gak bisa langsung bikin jadi bagus gitu,” tuturnya.

“Bayangin, bikin generasi terbaru, terbaik dan tertinggi tapi itu dibuat oleh lokal, mau enggak mau memang ada trial-trial yang diperoleh oleh INKA. INKA harus belajar,” sambungnya.

Kata Arya, pelajaran ini bisa menjadi modal bagi INKA untuk menggarap proyek serupa di lain waktu. Diakui Arya, tiap proyek-proyek perdana memang akan terasa lebih berat.

“Tapi kita akan dapat teknologi terbaik dan ada alih teknologi. Itulah yang diterima oleh INKA. Dan sekarang INKA disuruh bikin yang sama, udah gampang. Tapi untuk yang pertama kali itu berat,” ucapnya.

Sekadar informask, adanya perbedaan spesifikasi dari rangkaian LRT Jabodebek diungkap oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo. Ia mengaku mendapat laporan dari Siemens, pihak yang terlibat dalam proyek LRT tersebut.

Tiko sapaan akrab Kartika Wirjoatmodjo mengatakan ada 31 rangkaian kereta LRT yang memiliki spesifikasi berbeda. Kata dia, perbedaan ini menjadi tantangan menjelang operasional LRT Jabodebek.

“Siemens suatu hari call meeting, komplain sama saya ‘pak ini software-nya naik cost-nya’, kenapa?, ‘spec keretanya INKA ini, baik dimensi, berat maupun kecepatan dan pengeramannya berbeda-beda satu sama lain’,” ucap Tiko.

Tiko mengatakan spesifikasi kereta yang berbeda-beda itu membuat toleransi sistem perkeretaapiannya harus makin lebar, sehingga biayanya pun tinggi.

“Jadi 31 kereta itu beda spek semua. Jadi software-nya mesti dibikin toleransinya lebih lebar, supaya bisa meng-capture berbagai macam spek dari itu,” jelasnya.