Bagikan:

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan bahwa penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60/PMK.010/2023 adalah bentuk perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan hunian layak huni dan terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan beleid tersebut ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan rumah, meningkatkan akses pembiayaan bagi MBR, menjaga keterjangkauan rumah yang layak huni, serta menjaga keberlanjutan program dan fiskal.

“Melalui PMK ini, setiap rumah mendapatkan fasilitas berupa pembebasan PPN sebesar 11 persen dari harga jual rumah tapak atau antara Rp16 juta sampai dengan Rp24 juta untuk setiap unit rumah,” ujarnya seperti yang dilansir laman resmi hari ini, Senin, 19 Juni.

Menurut Febrio, selain untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan, fasilitas pembebasan PPN ini juga akan berdampak positif pada perekonomian nasional, termasuk terhadap investasi industri properti dan industri pendukungnya, penciptaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan konsumsi masyarakat.

“Fasilitas pembebasan PPN ini ditujukan untuk mendukung penyediaan setidaknya 230.000 unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang ditargetkan oleh pemerintah,” tuturnya.

Febrio menjelaskan, PMK baru ini mengatur batasan harga jual maksimal rumah tapak yang diberikan pembebasan PPN menjadi antara Rp162 juta hingga Rp234 juta untuk 2023 dan antara Rp166 juta hingga Rp240 juta di periode 2024 untuk masing-masing zona.

Dia menyebut pada peraturan sebelumnya, batasan maksimal harga rumah tapak yang dibebaskan PPN adalah antara Rp150,5 juta sampai dengan Rp219 juta. Kenaikan batasan ini mengikuti kenaikan rata-rata biaya konstruksi sebesar 2,7 persen per tahun berdasarkan Indeks Harga Perdagangan Besar.

“Sejak berlakunya dari 2010 lalu, sudah lebih dari dua juta masyarakat berpenghasilan rendah yang mendapatkan rumah subsidi. Fasilitas Pembebasan PPN ini menjadi instrumen negara untuk menambah lagi jumlah rumah yang disubsidi sehingga lebih banyak masyarakat yang dapat membeli rumah layak huni dengan harga terjangkau,” tegasnya.

Febrio menambahkan, pemerintah juga menjamin kelayakan hunian dengan mematok luas minimum bangunan rumah dan tanah yang diberi fasilitas.

Atas hal tersebut, ada lima persyaratan agar masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas untuk rumah umum ini.

Pertama, luas bangunan antara 21-36 meter persegi. Kedua, luas tanah antara 60-200 meter persegi. Ketiga, harga jual tidak melebihi batasan harga dalam PMK.

Empat, merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kriteria MBR, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu empat tahun sejak dimiliki.

Serta yang kelima adalah memiliki kode identitas rumah yang disediakan melalui aplikasi dari Kementerian PUPR atau BP Tapera.

“Fasilitas pembebasan PPN juga diberikan untuk karyawan, penyerahan asrama mahasiswa dan pelajar kepada universitas atau sekolah, serta perusahaan kepada karyawannya sendiri dan tidak bersifat komersial,” tutup Febrio.