JAKARTA - CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengkritisi sikap pemerintah yang memberlakukan kebijakan penghapusan PPN tanpa mengikutsertakan hunian inden atau yang belum selesai masa pengerjaan.
Menurut dia, masa pembangunan rumah tipe tertentu memerlukan periode pembangunan yang lebih lama dibandingkan dengan rentang waktu masa pemberlakukan bebas PPN.
“Untuk membangun rumah di segmen tertentu mungkin bisa dibawah 6 bulan, tetapi kalau rumah yang harganya di atas Rp1 miliar itu biasanya memakan waktu lebih dari 6 bulan dan tidak bisa buru-buru dalam pengerjaannya,” kata dia dalam keterangan tertulis Senin, 1 Maret.
Selain itu, Ali juga menjelaskan apabila ada pengembangan perumahan yang memaksakan diri untuk ikut serta dalam program tersebut namun dari sisi kemampuan finansial tidak mencukupi maka hal tersebut akan menjadi masalah baru bagi industri properti di Tanah Air.
“Ini juga berpotensi mengganggu cash flow dan memberatkan developer,” tuturnya.
Poin lain yang disoroti oleh pakar perumahan itu adalah pemerintah terkesan memberikan ruang lebih kepada kalangan kelas menengah mengingat insentif peniadaan pajak telah ada di segmentasi penjualan hunian tipe subsidi.
“Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa aturan rumah siap huni ini agar stok rumah akan menurun atau permintaan meningkat sehingga memacu kembali rumah baru lagi. Penting juga diperhatikan jangan sampai seolah-olah pemerintah hanya memihak kelompok menengah, dimana penghapusan PPN pun sudah berlaku untuk rumah subsidi FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan),” tegasnya.
Meski terkesan berseberangan dengan sikap pemerintah, Ali sejatinya sangat mendukung inisiasi pemerintah yang berupaya mendorong kebangkitan sektor properti yang tengah terpuruk akibat dampak pandemi.
“Ini langkah luar biasa yang diambil pemerintah untuk menggerakan ekonomi khususnya di sektor properti. Saya raya kebijakan yang dirilis akan berdampak besar terhadap peningkatan daya serap pasar sehingga dapat memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional,” imbuhnya.
BACA JUGA:
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Sri Mulyani bersama beberapa menteri terkait secara resmi mengeluarkan kebijakan pembebasan PPN properti untuk pembelian 1 Maret hingga 31 Agustus mendatang.
Adapun, fasilitas ini dapat diberikan kepada konsumen dengan memenuhi dua persyaratan. Pertama, harus berjenis rumah tapak atau rumah susun dengan nilai jual maksimal Rp2 miliar akan diberikan pembebasan PPN hingga 100 persen.
Kedua, rumah tapak atau rumah susun dengan nilai jual antara Rp2 miliar hingga Rp5 miliar akan diberikan pembebasan PPN 50 persen.
Kemudian, persyaratan lain yang wajib dipenuhi adalah setiap orang hanya boleh membeli satu jenis properti dalam jangka waktu satu tahun, dan tidak boleh dijual kembali dalam waktu satu tahun pula. Lalu, tidak berlaku bagi properti inden dan harus sudah berupa serah terima bangunan dari developer ke pemilik.
“Konsumen harus melihat ini sebagai momentum untuk membeli properti karena mungkin tidak akan ada lagi kebijakan pembebasan PPN seperti ini,” tutup Ali.