Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai penguatan Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur ke level 52,7 pada April dari sebelumnya 51,9 saat Maret menjadi sinyal positif tersendiri bagi perekonomian Indonesia.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan torehan itu memantapkan posisi manufaktur RI di jalur ekspansif (lebih dari level 50).

“Sektor Manufaktur Indonesia secara konsisten mengalami ekspansi dalam 20 bulan berturut-turut hingga April 2023,” ujarnya dalam siaran pers yang dirilis hari ini, Rabu, 3 Mei.

Menurut Febrio, penguatan PMI manufaktur ditopang oleh permintaan dalam negeri yang tinggi.

“Kondisi tersebut sejalan dengan lonjakan kebutuhan selama Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Ramadan dan Idulfitri,” tuturnya.

Febrio menjelaskan, agresivitas produksi tercermin pada pembelian barang input untuk memenuhi permintaan masyarakat.

“Peningkatan produksi juga ditandai dengan pembukaan lapangan kerja yang turut meningkat,” katanya.

Namun demikian, lanjut Febrio, seiring dengan perlambatan ekonomi global, permintaan ekspor diindikasikan masih moderat.

“Sejalan dengan PMI Indonesia, PMI Manufaktur negara-negara ASEAN seperti Thailand dan Myanmar juga tercatat meningkat di bulan April yaitu masing-masing di level 60,4 dan 57,4. Sementara, PMI Jepang dan Malaysia masih terkontraksi di level 49,5 dan 48,8,” jelas dia.

Secara keseluruhan, sentimen bisnis pada sektor manufaktur tetap menunjukkan optimisme yang kuat dan tertinggi sejak November 2022. Produsen memandang prospek pertumbuhan jangka pendek masih relatif baik untuk mendorong output produksi mereka di masa depan.

“Dengan optimisme ini, perkembangan pertumbuhan permintaan yang berkelanjutan perlu dijaga untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan memberikan bantalan yang kuat dalam menghadapi risiko gejolak ekonomi global,” tutup Febrio.