Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merespon laporan terbaru perihal Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia yang mengalami penurunan menjadi 50,8 pada Mei 2022 dari bulan sebelumnya 51,9.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan kondisi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut dia, salah satu yang paling dominan adalah dari sisi eksternal dan faktor global.

“Disrupsi rantai pasok dan kebijakan restriksi COVID-19 di China telah berdampak pada kinerja manufaktur di banyak negara mengingat besarnya kontribusi China dalam rantai pasok global,” ujarnya dalam keterangan pers pada Jumat, 3 Juni.

Febrio menambahkan, amblasnya PMI manufaktur RI juga dialami banyak negara seperti Filipina (54,1), Malaysia (50,1), India (54,6), Eurozone (54,6) dan Amerika Serikat (57,0). Sementara PMI manufaktur China sendiri mengalami peningkatan ke level 48.1.

“Meski PMI kita melambat pada Mei 2022 akan tetapi besaran tersebut masih tergolong ekspansif (di atas level 50),” tuturnya.

Anak buah Sri Mulyani itu mengungkapkan pula terjadi pertumbuhan permintaan baik domestik maupun ekspor masih terus meningkat. Kemudian, penyerapan kerja juga masih terus terjadi seiring dengan ekspansi produksi.

Walau begitu, konflik geopolitik yang tengah terjadi serta restriksi sosial di China karena pandemi menekan arus pasokan serta waktu pengiriman barang ke dalam negeri pada Mei. Kondisi ini menyebabkan tertahannya sektor manufaktur dalam mengoptimalkan kapasitas produksinya. Lalu, harga barang input yang masih tinggi menambah tekanan pada pertumbuhan sektor manufaktur.

“Ke depan, manufaktur akan membaik seiring dengan relaksasi lockdown di China. Kapasitas produksi manufaktur saat ini terus membaik dan mulai mendekati kapasitas produksi rata-rata pada periode prapandemi,” tegas dia.

Lebih lanjut, optimisme dunia usaha masih terjaga dengan terus stabilnya kondisi pandemi serta pemulihan permintaan yang terus menguat. Partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian pandemi COVID-19, termasuk program vaksinasi, efektif dalam memberikan daya tahan pada kondisi kesehatan masyarakat.

“Penguatan pemulihan ekonomi diharapkan terus terjadi untuk menambah resiliensi ekonomi domestik di tengah gejolak perekonomian global,” tutup Febrio.