Bagikan:

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyoroti soal perkembangan sektor manufaktur Indonesia yang konsisten berada pada zona ekspansi selama tiga belas bulan berturut-turut dan terus menguat dalam dua bulan terakhir.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan Purchasing Managers‘ Index (PMI) manufaktur kembali meningkat signifikan di bulan September ke level 53,7 dibanding bulan Agustus yang sebesar 51,7.

“Ekspansi manufaktur yang meningkat menunjukkan terus menguatnya permintaan dalam negeri dan ekspor. Hal ini tentunya layak diapresiasi karena terjadi di tengah risiko global yang masih eskalatif,” ujarnya pada Rabu, 5 Oktober.

Menurut Febrio, torehan gemilang ini tidak lepas dari intervensi pemerintah dalam upaya menciptakan iklim usaha tetap stabil.

“Kebijakan pemerintah untuk yang menyerap risiko global (shock absorber) terbukti efektif untuk menjaga momentum penguatan pemulihan ekonomi nasional,” tuturnya.

Dijelaskan bahwa Tren penguatan PMI juga dialami beberapa negara ASEAN, seperti Thailand 55,7 (Agustus: 53,7) dan Filipina 52,9 (Agustus: 51,2). Sementara itu, PMI manufaktur China kembali mengalami kontraksi ke 48,1 (Agustus: 49,5).

Lebih lanjut, Febrio mengungkapkan terus menguatnya aktivitas sektor manufaktur sejalan dengan menurunnya tekanan harga input dalam dua tahun terakhir. Secara keseluruhan, sentimen bisnis di sektor manufaktur Indonesia bertahan positif didukung oleh ekspektasi pemulihan yang semakin kuat dan berkelanjutan pada sisi permintaan.

“Optimalisasi APBN sebagai shock absorber di tahun ini dan tahun depan diharapkan akan terus dapat menjaga tren positif permintaan masyarakat untuk mendukung optimisme di sektor usaha,” tegas dia.

Anak buah Sri Mulyani menjelaskan, dari sisi inflasi per September 2022 tercatat sebesar 5,95 persen year on year (yoy). Bukuan itu diklaim lebih rendah dibandingkan perkiraan Kemenkeu sebelumnya pasca penyesuaian harga BBM domestik.

Kemudian, Febrio menyampaikan pula jika pemerintah telah menempuh berbagai upaya untuk meredam dampak rambatan inflasi, diantaranya dengan mengalokasikan bantuan subsidi transportasi umum, ongkos angkut, subsidi upah, dan BLT BBM untuk menjaga daya beli masyarakat. Selain itu, inflasi pangan terus dikendalikan untuk menjaga akses kebutuhan pangan.

“Peran Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) telah berhasil menjaga inflasi volatile food. Kinerja baik ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Terbukti, sekitar hampir 40 daerah telah mampu menjaga tingkat inflasinya lebih rendah dari tingkat inflasi nasional. Ke depan, tekanan inflasi terkait efek musiman khususnya musim penghujan masih harus diwaspadai bersama,” tutup Kepala BKF Febrio Kacaribu.