Bagikan:

JAKARTA - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIgas) Dwi SUtjipto mengungkapkan beberapa dinamika yang memengaruhi harga minyak dunia dalam beberapa waktu terakhir.

Dwi menjelaskan, faktor geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang belum diketahui kapan akan berakhir dan beberapa potensi konflik negara lain menyebabkan dinamika harga minyak dan gas menjadi sangat tinggi dan tidak bisa diprediksi kenaikan dan penurunan harganya.

"Kita tahu Amerika sempat lepas cadangan minyak, tapi di satu sisi OPEC justru memotong produksi sehingga harga minyak turun 70 dolar AS naik lagi 84 sampai 85 dolar AS5. Mungkin dalam beberapa tahun kedepan masih akan jadi referensi kita melihat harga minyak," ujarnya dalam paparan kinerja Kuartal I, Senin, 17 April.

Selain konflik geopolitik, Dwi mengatakan, kisis keuangan akibat bangkrutnya lembaga keuangan seperti SVB, Credit Suisse dan lainnya turut memberikan ketidakpastian situasi perekonomian global.

"Hal ini menyebabkan harga energi dunia masih relatif tinggi," imbuh Dwi.

Dwi menambahkan, harga minyak yang masih tinggi harus dimanfaatkan untuk mendorong investasi hulu migas di Indonesia yang lebih masif dan agresif.

Hal ini agar potensi hulu migas bisa dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung ketahanan energi nasional dan pembangunan yang berkelanjutan.

“Jangan sampai potensi minyak dan gas tertinggal di perut bumi, karena tidak bisa dimanfaatkan saat nanti energi baru dan terbarukan (EBT) sudah menggantikan peran energi fosil. Oleh karenanya, rencana investasi hulu migas 2023 sebesar 15,5 miliar dolar AS hendaknya bisa direalisasikan seluruhnya," pungkas Dwi.