JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memproyeksikan situasi geopolitik global yang sistemik akibat perang Rusia-Ukraina telah berdampak terhadap kenaikan harga energi dan pangan dunia yang mendorong inflasi global.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam acara CEO Forum di Jakarta, Senin 11 Juli mengatakan, harga komoditas minyak dan gas (migas) yang mahal itu menjadi kesempatan emas bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk meningkatkan produksi dan lifting.
"Tingginya harga minyak dan gas dunia adalah kesempatan emas untuk KKKS dapat meningkatkan produksi dan lifting migas nasional yang saat ini masih jauh dari target APBN 2022 dan long term plan (LTP) industri hulu migas, sehingga perlu adanya program recovery plan," ujarnya, dikutip dari Antara, Selasa 12 Juli.
Dwi menyampaikan harga minyak dunia cukup lama berada pada kisaran 100 dolar AS per barel dan harga rata-rata hingga 2023 diperkirakan masih di atas 80 dolar AS per barel.
Harga gas dunia juga mengalami peningkatan harga yang cukup signifikan hingga di atas 25 dolar AS per MMBTU. Harga spot gas alam cair saat ini berada pada kisaran 43 dolar AS MMBTU atau setara 240 dolar AS per barel setara minyak.
Meskipun produksi dan lifting masih mengalami tantangan, terang Dwi, industri hulu migas telah meraih beberapa capaian yang positif sepanjang semester pertama 2022.
BACA JUGA:
"Penerimaan negara yang sudah mencapai 9,7 miliar dolar AS, reservere placement ratio (RRR) yang sudah di angka 77 persen, serta cost recovery yang berhasil dijaga pada level yang rendah sebesar 3,2 miliar dolar AS," jelasnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengapresiasi capaian kontribusi industri hulu migas terhadap penerimaan negara.
Ia berharap KKKS dapat menjaga dan meningkatkan produksi dan lifting migas untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri di tengah tingginya harga minyak mentah (ICP) yang bertengger pada angka 117 dolar AS per barel pada Juni 2022.