JAKARTA - Pasar saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam sepekan terakhir melemah 0,18 persen imbas beragam tekanan. Lantas, bagaimana dengan IHSG pekan ini?
Menurut Financial Expert Ajaib Sekuritas Chisty Maryani pergerakan IHSG pekan ini masih akan dibayangi aksi korporasi berupa pelaporan kinerja keuangan emiten, fluktuasi harga komoditas, serta rilis beberapa data ekonomi dari dalam maupun luar negeri.
Untuk data ekonomi luar negeri, pasar masih menantikan rilis data pengangguran Amerika Serikat (AS) yang akan dirilis pada akhir pekan ketika pasar dalam negeri justru ditutup karena libur. Adapun tingkat pengangguran AS pada Maret diproyeksi berada di level 3,5 persen, lebih rendah dibandingkan Februari 2023 di level 3,6 persen.
"Hal ini memperbesar ekspektasi pasar bahwa The Fed akan menahan kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan Mei mendatang, sehingga seharusnya menjadi katalis yang cukup positif," ujar Chisty dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin 10 April.
Meski begitu, Chisty memprediksi IHSG cenderung sideways pada pekan depan. Secara teknikal, selama IHSG masih kuat mempertahankan support pada MA20 di level 6.745, IHSG diyakini masih akan melanjutkan tren konsolidasi.
Adapun dalam sepekan terakhir, IHSG bergerak sangat fluktuatif. Pada awal pekan, pelaku pasar domestik sempat optimistis menyusul kenaikan harga beberapa komoditas seperti batu bara, CPO, nikel, serta minyak mentah yang mendorong penguatan saham energi.
"Selain itu, ekspektasi pembagian dividen jumbo dari emiten batu bara, serta pemberian insentif PPN 1% untuk kendaraan listrik roda empat dan bus yang resmi diberikan pemerintah menjadi katalis positif," jelas Chisty.
Namun, sepanjang pekan lalu, IHSG malah cenderung tertekan dimana sektor teknologi mendapat pukulan hebat hingga amblas 2,91 persen. Koreksi pada indeks sektoral berbasis growth stock tersebut, salah satunya disebabkan oleh tekanan eksternal, yaitu potensi pelemahan ekonomi Amerika Serikat tahun ini setelah data pasar tenaga kerja AS dirilis.
BACA JUGA:
Laporan Pembukaan Lapangan Kerja (JOLTS) periode Februari 2023 hanya mencatat 9,93 juta pekerjaan baru yang terbuka. Jumlah tersebut turun 632 ribu dibandingkan Januari 2023.
Selain itu, aktivitas jasa di AS pada data ISM Services juga telah rilis, terjadi penurunan ke level 51,2 pada Maret 2023 dari 55,1 pada periode Februari 2023. Kekhawatiran pelaku pasar juga meningkat akan adanya depresiasi permintaan pada tingkat global, seiring potensi perlambatan ekonomi secara global.
"Pelaku pasar cenderung memindahkan kepemilikan aset berisikonya dari growth stock ke saham yang cenderung defensif," ujar Chisty.