Bagikan:

JAKARTA - PT Pupuk Kalimantan Timur (Persero) semakin masif melakukan ekspor pupuk ke Australia.

Negeri Kanguru ini tercatat menjadi negara tujuan ekspor utama di tahun 2022.

Direktur Utama Pupuk Kalimantan Timur (PKT) Rahmad Pribadi mengatakan jumlah pupuk yang diekspor ke Australia selama 2022 tercatat lebih tinggi dibanding 2021.

“Ekspor Australia 340.000 ton pada 2022. Sementara di 2021 ekspor ke Australia tercatat 280.000 ton,” katanya dalam konferensi pers di The Langham Hotel, Jakarta, Rabu, 29 Maret.

Lebih jauh, Rahmad mengatakan, meningkatnya jumlah ekspor pupuk ke Australia ini secara tidak langsung juga mendukung ketahanan pangan di Indonesia.

Mengingat, sambung Rahmad, Indonesia memiliki ketergantungan kepada sejumlah komoditas utama hasil produksi Australia seperti daging sapi dan gandum.

“Menjadi penting bagi Indonesia untk memastikan sektor agrikultur di Australia itu bisa berjalan dengan baik. Karena itu kami meng-highliht peningkatan penjualan kami ke Australia. Karena itu secara tidak langsung mendukung, menopang, ketahanan pangan Indonesia,” ujarnya.

Rahmad mengatakan PKT juga berhasil memperoleh penghargaan dari Dapertemen Pertanian Australia atas penerapan prinsip-prinsip Environment, Social, Governance (ESG).

Lebih lanjut, Rahmad mengatakan dengan itu PKT mendapat pengakuan atau sertifikasi sebagai produsen pupun ramah lingkungan yang bebas dari ketidakmurnian selain urea dan termasuk dalam kategori fasilitas Status Sistem Level Satu untuk pupuk curah dari departemen pertanian Australia.

Menurut Rahmad, Hal ini yang kemudian menjadi salah satu faktor meningkatnya ekspor pupuk PKT ke Australia.

“Kami sudah mendapatkan sertifikat dari pemerintah Australia semua produk yang dihasilkalkan hingga detik ini. Sehingga untuk penjualan ke Australia tidak perlu karantina lagi,” jelasnya.

Tidak hanya Australia, kata Rahmad, sejumlah negara lain juga menjadi sasaran ekspor PKT. Negara-negara ini berada di Amerika Latin.

“Tahun Lalu kami sudah ekspor Kameri ke Latin yakni ke Meksiko, Chile, dan beberapa negara lain. Itu terus tetap ada,” jelasnya.

Rahmad mengatakan, setelah pandemi COVID-19 membuat pasar ke Amerika Latin terbuka. Sebab, banyak pabrik Petrokimia di Amerika Serikat dan Eropa ditutup akibat naiknya harga gas alam.

“Ada beberapa perusahaan di Amerika yang tidak bisa saya sebutkan namanya, yang terpaksa harus menutup pabrik amonianya. Karena mereka dengan harga sekarang itu rugi sekitar sampai 300 dolar AS per ton amonia. Karena perusahaan perusahaan yang di Amerika itu tutup maka pasar Amerika Latin ini menjadi terbuka,” ujarnya.