Modus Culas Oknum Kemenkeu Terbongkar di DPR: Berpindah Lokasi hingga Miliki Perusahaan Atas Nama Orang Lain
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan transaksi mencurigakan di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) satu-persatu mulai terang benderang.

Terbaru, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan cara yang digunakan oleh oknum Kemenkeu guna menghindari deteksi aparat.

“Kami pemeriksa ulang karena subjek terlapor melakukan pola transaksi dengan mengubah entitas, tadinya dia aktif di satu daerah dia pindah ke tempat lain,” ujar Ivan saat hadir dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 25 Maret.

Tidak hanya itu, Ivan mendapati pula modus lain yang digunakan oleh terduga pelaku untuk melakukan penghilangan jejak.

“Ada yang menggunakan nama tertentu kemudian nama lain,” tuturnya.

Ivan menjelaskan bahwa siasat itu dilakukan dengan dugaan bahwa yang bersangkutan telah mendapat sinyal jika transaksi keuangannya terlacak oleh PPATK.

“Asumsi ini ternyata terbukti sesuai dengan fakta, yang bersangkutan paham bahwa sudah terjadi pemeriksaan oleh PPATK,” tegas dia.

Ivan menambahkan, dalam pertemuan dengan jajaran Kemenkeu disebutkan ada transaksi mencurigakan sebesar Rp35 triliun.

Angka ini oleh Kemenkeu lalu dikeluarkan yang terkait dengan entitas perusahaan menjadi Rp22 triliun.

Lalu, dalam rapat itu Ivan menyebut, entitas perusahaan yang tidak ada oknum Kemenkeu dikeluarkan lagi menjadi Rp3,3 triliun.

“Kemudian ramai jika PPATK salah dan segala macam. Tapi, alasan mengapa PPATK memberikan data nama oknum plus perusahaannya, karena kami menemukan perusahaan-perusahaan itu adalah perusahaan cangkang yang dimiliki oleh oknum. Sehingga, data perusahaan ini tidak bisa dikeluarkan atau dipisahkan dari data oknum tadi,” kata dia.

“Misalnya dia menggunakan data perusahaan dengan akta pemilik nama isterinya, nama anaknya, sopirnya, atau tukang kebunnya. Jadi, kalau data ini dikeluarkan jadilah Rp3,3 triliun. Ini yang tidak kami lakukan (pemisahan data), sebab tindak pidana pencucian uang itu selalu menggunakan tangan orang lain bukan tangan dirinya sendiri. Ini justru yang akan membuat kami membohongi para penyidik, makanya tetap Rp35 triliun,” tegas Ivan.