Bagikan:

JAKARTA - PT PLN (Persero) berhasil menekan beban skema take or pay (TOP) kepada Independent Power Producer (IPP) sebesar Rp47,5 triliun. Jumlah ini merupakan akumulasi hingga tahun 2023 di mana hingga akhir tahun 2021 PLN tercatat berhasil menekan TOP sebesar 37,21 triliun.

"Di tahun 2022 upaya terus dilakukan sehingga tambahan TOP yang berhasil ditekan adalah Rp9,83 triliun dan total TOP yang berhasil ditekan adalah Rp47,5 triliun," ujar Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu 15 Februari.

Darmawan mengatakan, skema ini berhasil ditekan dengan melakukan renegosiasi dengan IPP untuk memundurkan jadwal operasi pembangkitnya.

Lebih lanjut Darmawan menjelaskan jika selama 12 bulan terakhir pihaknya menghadapi kondisi oversupply di pulau Jawa karena ada penambahan kapasitas listrik sebesar 7 Giga watt (GW) sementara itu penambahan permintaan listrik hanya tumbuh sebesar 1,2 hingga 1,3 GW.

Terkait kondisi oversupply tersebut, sebelumnya Darmawan menjelaskan jika sistem kelistrikan di Jawa dan Bali hingga tahun 2019 masih dalam batas kriteria ideal dengan reserve margin sebesar 32 persen.

"Sistem Jawa - Bali hingga tahun 2019, balance antara pasokan dengan demandnya masih dalam batas kriteria," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII yang dikutip Kamis, 9 Februari.

Darmawan melanjutkan, situasi ini mulai berubah saat terjadi pandemi covid 19 di tahun 2020 yang menyebabkan demand listrik menurun drastis. Diketahui reserve margin di tahun 2020 adalah sebesar 39,9 persen dan menurun menjadi 37 persen di tahun 2021.

Di saat yang bersamaan PLN juga harus kembali menghadapi oversupply sebab Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) juga mulai beroperasi.

"Kami harus menghadapi penurunan demand akibat COVID-19 sedangkan pembagkit 35 GW juga sudah sudah mulai beroperasi," lanjut Darmawan.