Solusi Atasi <i>Oversupply</i>, Ekonom Sarankan PLN Evaluasi Perjanjian Jual Beli Listrik dengan Skema <i>Take or Pay</i>
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai ada tiga cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi oversupply atau pasokan listrik berlebih PLN. Salah satunya adalah dengan melakukan evaluasi perjanjian jual beli listrik PLN dengan skema take or pay.

Sekadar informasi, skema take or pay yang berlaku dengan produsen listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP), PLN harus membayar oversupply listrik meski tak terserap oleh masyarakat dan pelaku usaha.

Sesuai dengan namanya, skema take or pay berarti 'ambil atau bayar denda'. Artinya, PLN harus menyerap listrik yang diproduksi IPP sesuai dengan kontrak perjanjian jual beli listrik. Jika tidak, maka PLN harus membayar pinalti atau denda.

Menurut Bhima, skema take or pay memberatkan keuangan perusahaan setrum negara tersebut. Karena itu, harus dievaluasi. Bhima juga mengatakan PLN harus punya daya tawar dalam perjanjian jual beli listrik.

"Perjanjian jual beli listrik yang memberatkan keuangan PLN dengan skema take or pay. Ini harus dievaluasi ulang agar PLN punya daya tawar menolak pembelian listrik jika pasokan berlebih," katanya kepada VOI, di Jakarta, Rabu, 28 September.

Tak hanya itu, kata Bhima, pemerintah juga harus mengevaluasi mega proyek 35.000 MW. Sebab, pada saat uji kelayakan banyak asumsi yang dipaksakan.

"Ketiga, mempercepat program pensiun dini PLTU batu bara melalui Perpres 112 tahun 2022 sehingga kelebihan pasokan di hulu bisa ditekan," tuturnya.