Bagikan:

JAKARTA – Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan bahwa Indonesia mampu melewati tekanan ekonomi 2023 yang diyakini bakal lebih kuat dibandingkan dengan periode 2022 yang lalu.

Menurut dia, sejumlah negara kini tengah dihadapkan pada tantangan resesi global akibat peningkatan inflasi yang diikuti oleh kenaikan suku bunga sehingga membuat pertumbuhan ekonomi merosot.

“Saya rasa tidak ada hal-hal yang akan membawa kita pada krisis itu. Saya kira juga di ASEAN seperti itu. Berbeda halnya dengan negara-negara di Eropa," ujar JK saat menghadiri forum pengusaha di Jakarta tengah pekan ini.

Atas perkembangan yang tersebut, JK mendorong pemerintah untuk memberi ruang lebih besar kepada pelaku usaha agar bisa melewati masa sulit sekaligus berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

“Para pengusaha harus bekerja dengan baik, melakukan investasi dan pemerintah harus memberi peluang lebih baik," tutur dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan bahwa peluang RI terkena resesi hampir nihil sama sekali.

“Kita relatif dalam situasi dengan risiko (resesi) 3 persen,” katanya beberapa waktu lalu.

Pandangan yang sama juga dilontarkan oleh pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal. Dia menjelaskan, fenomena slowing down perekonomian dunia pada tahun kemungkinan tidak terhindarkan.

Walau begitu, Fithra menyebut bahwa ancaman itu bukan menjadi momok bagi Indonesia. Terlebih pemerintah punya modal berharga dari tahun lalu dengan raihan pertumbuhan ekonomi 5,31 persen year on year (yoy). Angka ini menurutnya tergolong cukup baik ditengah prospek ekonomi dunia yang terus melandai di kisaran 2-3 persen.

“Jelas (pertumbuhan ekonomi tahun ini) lebih rendah dari 2022. Kenapa? Karena tekanan eksternal masih cukup signifikan. Meskipun demikian, perlambatan ini tidak membuat kita terlalu lambat juga. Kita masih cukup kuat, tapi tetap harus antisipasi. Mungkin ada slower growth tetapi tidak signifikan (resesi),” ucap dia kepada VOI.

“Forecast kami, ekonomi tahun 2023 cuma tumbuh 5,1 persen. Kalau IMF, Bank Dunia ada di sekitar 4,8 dan Bank Indonesia 4,9 persen. Ini masih bisa diterima karena jatuhnya (pertumbuhan ekonomi) tidak jauh dari asumsi pemerintah 4,5 persen hingga 5,3 persen apabila melihat dari skala peristiwa yang terjadi secara global,” tegas Fithra.