Toyota Cs Tak Perlu Risau, Kendaraan Listrik Dipercaya Bakal Ikut Mendongkrak Segmen Konvensional
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Ekonom dari Universitas Padjajaran (Unpad) Arief Anshory Yusuf menyebutkan bahwa pengembangan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia membawa dampak positif bagi perekonomian dan juga lingkungan.

Dalam studinya, Arief mendapati jika produksi kendaraan listrik secara positif mendorong output, pertumbuhan nilai tambah, dan penciptaan lapangan kerja.

“Berdasarkan hasil perhitungan, tambahan output, nilai tambah, dan tenaga kerja akibat permintaan akhir sektor kendaraan listrik masing-masing sebesar 1,87 persen, 1,5 persen, dan 0,5 persen,” ujar dia dalam tulisan bertajuk Economic and Environmental Impact of Electric Vehicles Production in Indonesia yang dipublikasikan pekan ini.

Menurut Arief, output ekonomi Indonesia saat ini dan nilai tambah yang dihasilkan sekitar 2,25 kali lebih tinggi dibandingkan 2010. Dia menyebut, upaya merangsang produksi EV masih akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi ke depan.

“Ambisi pemerintah untuk menggunakan cadangan nikelnya yang besar untuk merangsang industri hulu berkembang pesat, seperti produksi baterai dan kendaraan listrik, untuk ditempatkan di Indonesia sangat terbuka,” tuturnya.

Namun di sisi negatifnya, studi ini menemukan bahwa produksi baterai dan EV tambahan menyebabkan biaya eksternal tambahan dari emisi, meskipun dalam jumlah yang tidak signifikan.

Secara terperinci, Arief menyimpulkan lima temuan dalam kajian empirisnya. Pertama, beberapa sektor ekonomi akan mengalami pertumbuhan output sejalan dengan produksi kendaraan listrik di Indonesia.

Diungkapkan bahwa sektor manufaktur kendaraan bermotor, trailer, dan semi trailer serta pertambangan bijih aluminium dan konsentrat merupakan dua sektor dengan pertumbuhan tertinggi jika ada kegiatan produksi kendaraan listrik di Indonesia.

“Kedua, tambahan output yang signifikan dalam perekonomian Indonesia juga berasal dari tambahan output di sektor kendaraan konvensional dengan kontribusi sebesar 9 persen. Tambahan output dari ketiga sektor tersebut terhadap tambahan output dalam perekonomian sekitar 86 persen,” katanya.

Ketiga, misalkan ada produksi kendaraan listrik dalam perekonomian Indonesia maka penambahan nilai tambah yang signifikan juga akan datang dari sektor kendaraan listrik, produksi baterai untuk kendaraan listrik, dan sektor kendaraan konvensional. Sekitar 67 persen dari tambahan nilai tambah dalam perekonomian berasal dari ketiga sektor tersebut.

Empat, produksi kendaraan listrik di Indonesia akan menghasilkan tambahan 0,5 persen lapangan kerja. Adapun, 14 persen dari pekerjaan tambahan dalam perekonomian berasal dari sektor kendaraan listrik dan baterai kendaraan listrik.

Serta yang kelima adalah keberadaan industri kendaraan listrik di Indonesia hanya menyebabkan peningkatan emisi yang relatif kecil. Dia mengklaim kenaikan karbon hanya 0,6 persen.

“Hanya 4 persen dari emisi tambahan yang semula berasal dari sektor kendaraan listrik dan sektor baterai kendaraan listrik. Selain itu, berdasarkan jenis pencemarnya, sumber utama emisi tambahan tersebut adalah SOx, CO2, dan NO,” tegas Arief.

Seperti yang diketahui, dua pabrikan otomotif yang gencar menggarap pasar kendaraan listrik di Indonesia adalah Tesla dari Amerika Serikat dan Wuling dari China. Sementara raksasa otomotif dunia yang fokus pada segmen konvensional, seperti Toyota dan Honda, dinilai masih kurang agresif untuk memasarkan produk kendaraan setrum.