Celios Rilis 7 Daftar Temuan Menarik Mengenai Kebijakan Royalti Nol Persen Hilirisasi Batu Bara
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja, beberapa waktu lalu.

Perppu Cipta Kerja yang telah diterbitkan itu pun dinilai menghasilkan berbagai substansi pasal yang dianggap bermasalah.

Terdapat salah satu bagian yang menimbulkan kekhawatiran atas dampak buruk bagi perekonomian, ketahanan energi, dan lingkungan hidup, yakni Paragraf 5 Pasal 128A berkaitan dengan perubahan iuran produksi/royalti produk hilirisasi batubara menjadi 0 persen.

Dalam rangka mengkaji lebih dalam konsekuensi dari pemberlakuan Perppu Cipta Kerja, Center of Economic and Law Studies (Celios) telah melakukan studi dan memperoleh berbagai temuan.

Berikut 7 Daftar Temuan Menarik dari Riset Mengenai Kebijakan Royalti Nol Persen Hilirisasi Batu Bara:

1. Kehilangan royalti akibat kebijakan hilirisasi batu bara akan berdampak terhadap pelebaran defisit anggaran pada 2023. Sebelumya, pemerintah telah menetapkan batas defisit dibawah 3 persen atau sebesar 2,84 persen, setara Rp598,2 triliun.

Target pada APBN 2023 berisiko meleset akibat pemberian insentif Perppu Cipta Kerja ke sektor batu bara. Kehilangan royalti yang seharusnya diterima pemerintah dari sektor batubara akan menambah hingga 5,7 persen dari total defisit anggaran 2023.

2. Penghematan dari kerugian negara sebesar Rp33,8 triliun dapat digunakan untuk membangun 15.281 sekolah dan 201 rumah sakit. Jika kehilangan royalti diakumulasi hingga 20 tahun, pendapatan yang seharusnya diterima negara bisa dimanfaatkan untuk membangun 305.632 sekolah dan 4.039 rumah sakit.

3. Perppu Cipta Kerja memberikan efek negatif terhadap transfer dana bagi hasil (DBH) ke daerah penghasil sumber daya alam (SDA), padahal 80 persen dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) royalti ditransfer ke daerah penghasil, baik level provinsi hingga kabupaten.

Tercatat, lebih dari 12 provinsi dan puluhan kabupaten masih menggantungkan pendapatan daerahnya dari DBH batubara.

4. Kebijakan royalti 0 persen hilirisasi batu bara bertentangan dengan upaya memberikan kompensasi SDA yang adil bagi daerah. Selain itu, kehilangan potensi DBH ditengah booming-nya harga batu bara mengakibatkan dampak signifikan terhadap upaya pengurangan kemiskinan, stimulus pelaku usaha mikro, dan belanja mitigasi dampak kerusakan lingkungan di daerah penghasil SDA.

5. Royalti 0 persen kepada pelaku usaha sektor batu bara yang melakukan pengembangan dan/atau pemanfaatan batu bara akan mendorong terjadinya hilirisasi komoditas batu bara, yang pada akhirnya akan memperpanjang kecanduan Indonesia kepada sumber energi fosil yang tidak ramah lingkungan.

6. Klaim bahwa produk turunan batu bara atau Dimethyl Ether (DME) mampu menggantikan impor LNG pun diragukan. Keekonomian DME jauh berada di bawah impor Liquefied Natural Gas (LNG).

Hal ini menunjukkan adanya solusi palsu (false solution) dalam mendorong efisiensi energi di Indonesia.

7. Hadirnya insentif royalti 0 persen bagi hilirisasi batu bara membuat perbankan cenderung kembali melakukan penetrasi kredit ke sektor pertambangan batu bara dalam jangka panjang.

Per November 2022, penyaluran kredit investasi di sektor pertambangan tumbuh 74,2 persen, sementara kredit modal kerja ke sektor pertambangan naik 31 persen secara tahunan.

Situasi ini akan menimbulkan risiko pengurangan porsi penyaluran kredit pada sektor yang justru dibutuhkan untuk mempercepat transisi energi.

Sekadar informasi, kebijakan rolyati nol persen hilirisasi batu bara tersebut diatur dalam Perppu Cipta Kerja Pasal 128A ayat (2), yang berbunyi, "Pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan batu bara dapat berupa pengenaan iuran produksi/royalti sebesar nol persen."