JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Agung Krisdiyanto mengatakan Indonesia masih memiliki modal besar dan peluang untuk menjaga neraca perdagangan tetap tumbuh di tengah ketidakpastian global melalui peningkatan hilirisasi industri.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, Agung menyampaikan kebijakan hilirisasi, yang menjadi salah satu agenda prioritas Presiden Joko Widodo tersebut, bisa meningkatkan ekosistem industri dalam negeri dan menjaga perkembangan neraca perdagangan Indonesia dalam jangka panjang.
"Hasilnya sudah ada. Selama 2022, hilirisasi komoditas nikel berhasil meningkatkan nilai ekspor nikel dan turunannya sebesar 365 persen year on year (yoy)," kata Agung dikutip dari Antara, Rabu, 18 Januari.
Dia juga melihat Indonesia bisa melakukan diversifikasi ekspor ke negara-negara non-tradisional, terutama yang telah memiliki perjanjian perdagangan dengan skema tarif rendah.
Sejauh ini, Indonesia memiliki perjanjian perdagangan, baik regional maupun bilateral, dengan ASEAN, Jepang, Pakistan, Chili, Uni Emirat Arab (UAE), Mozambik, Australia, dan Korea Selatan.
Selain itu, Indonesia juga sedang melakukan negosiasi perdagangan dengan Uni Eropa atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CPA) ​yang diharapkan rampung pada akhir 2023.
"KSP akan mengawal dan melakukan langkah de-bottlenecking agar bisa segera mencapai kesepakatan," jelas Agung.
Di sisi impor, lanjutnya, pemerintah berupaya menekan impor melalui instrumen pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan mengutamakan produk dalam negeri.
Komitmen tersebut tertuang pada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia.
Agung menegaskan, kondisi Indonesia saat ini masih jauh lebih baik dibandingkan dengan negara-negara lain, apalagi kondisi perekonomian Indonesia didominasi oleh pasar domestik daripada pasar internasional.
Sehingga, menurut dia, pengaruh global dapat disiasati dengan kebijakan inward looking atau strategi pendayagunaan pasar domestik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dia juga memastikan bahwa cadangan devisa Indonesia, yang berkisar 137 miliar dolar AS, masih cukup aman untuk pembiayaan impor selama enam bulan.
Hal itu dapat memberikan bantalan cukup kuat untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang diperkirakan mengalami gejolak akibat peningkatan suku bunga The Fed.
"Kalangan dunia usaha tetap harus waspada, tapi jangan panik dan khawatir, kondisi ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik," kata Agung.
BACA JUGA:
Seperti diketahui, selama 2022, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebesar 54,46 miliar dolar AS dengan persentase peningkatan 53,7 persen yoy.
Jika merujuk pada data bulanan sejak Mei 2020, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 32 bulan berturut-turut.
Namun, berbagai kalangan menilai capaian tersebut tidak akan bisa diulang pada 2023 karena terjadi ketidakpastian global.