Bagikan:

JAKARTA – Indonesia diketahui mengalami defisit sekitar 6 miliar dolar AS atau setara Rp88,8 triliun (kurs APBN 2023 Rp14.800) dari Australia.

Angka tersebut merupakan defisit neraca perdagangan nonmigas Indonesia dengan negara tetangga di selatan pada sepanjang tahun lalu.

Hal ini terungkap saat Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menyampaikan laporan tahunan ekspor dan impor periode 2022.

Dalam penjelasanya, Magro mengungkapkan bahwa neraca perdagangan yang tekor disebabkan oleh nilai impor RI yang lebih tinggi dengan 9,23 miliar dolar AS berbanding ekspor sebesar 3,22 miliar dolar AS.

“Kita defisit dengan Australia sebesar 6 miliar dolar AS pada selama 2022 yang lalu,” ujarnya kepada awak media dikutip redaksi pada Selasa, 17 Januari.

Margo menjelaskan, komoditas penyumbang defisit tertinggi berasal dari impor bahan bakar mineral (HS 27) dengan nilai 1,93 miliar dolar AS.

“Kemudian yang menjadi penyumbang terbesar selanjutnya adalah komoditas serealia (HS 10) dengan nilai 1,72 miliar dolar AS,” tutur dia.

Lebih lanjut, Margo mengungkapkan defisit terbesar ketiga berasal dari impor bijih logam, perak dan abu (HS 26) sebesar 880 juta dolar AS.

Selain Australia, dua negara sahabat yang turut pula menjadi sumber terbesar defisit adalah Thailand dan China. Margo merinci, defisit RI dengan Thailand sebesar 3,96 miliar dolar AS akibat impor yang lebih tinggi, yaitu 10,85 miliar dolar AS berbanding ekspor 6,89 dolar.

“Defisit terbesar disumbang oleh komoditas plastik/barang dari plastik (HS 39) sebesar 1,3 miliar dolar AS, serta komoditas gula (HS 17) dan mesin-mesin (HS 84) dengan masing masing 1,19 miliar dolar AS dan 1,17 miliar dolar AS,” katanya.

Adapun dengan China, Indonesia membukukan tekor 3,61 miliar dolar AS dengan impor sebesar 67,1 miliar dolar AS dan ekspor 63,5 miliar dolar AS.

Sementara komoditas penyumbang antara lain mesin-mesin (HS 84) 15,8 miliar dolar AS, mesin/peralatan listrik (HS 85) 14 miliar dolar AS, serta komoditas plastik/barang dari plastik (HS 39) sebesar 2,6 miliar dolar AS.

Walau begitu, Indonesia secara umum pada 2022 masih bisa mencatatkan surplus neraca perdagangan sebesar 54,4 miliar dolar AS.

Torehan apik ini diperoleh lantaran nilai ekspor yang lebih tinggi sebesar 291,9 miliar dolar AS dibandingkan dengan impor yang senilai 237,5 miliar dolar AS.

Hasil tersebut sekaligus memperpanjang rekor surplus yang telah dicetak RI selama 32 bulan berturut-turut atau sejak Mei 2020.