Bagikan:

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan bahwa sepertiga negara diprediksi bakal mengalami resesi pada tahun ini. Estimasi itu setara dengan 70 pemerintahan di seluruh dunia.

Presiden menyampaikan hal tersebut berdasarkan laporan terbaru yang dirilis oleh lembaga keuangan internasional, IMF.

Menurut dia, ketidakpastian yang berlanjut membuat banyak negara tidak mampu menghadapi tekanan.

Malahan, negara-negara itu meminta bantuan pihak ketiga untuk membantu mengelola risiko yang tengah dihadapi.

“Guncangan ekonomi karena pandemi dan perang sudah menyebabkan 47 negara masuk menjadi pasien IMF,” ujarnya saat memberikan pengarahan kepada kepala daerah se-Indonesia di Bogor, Selasa, 17 Januari.

Presiden sendiri menyampaikan bahwa dirinya tidak ingin membawa Indonesia masuk dalam daftar panjang IMF saat ini, mengingat memori masa lalu yang dinilai tidak mengenakan.

“Kita ingat tahun 97/98 Indonesia menjadi pasiennya IMF, (saat itu) ambruk ekonomi dan ambruk politiknya. Ini (sekarang) ada 47 negara, dan yang lain masih antri di depan pintunya IMF,” tutur dia.

Oleh karena itu, RI 1 meminta kepada jajarannya untuk mensinergikan pandangan demi mengatasi tantangan 2023 yang dipercaya lebih berat dibandingkan dengan 2022.

“Kita harus memiliki frekuensi yang sama dalam menghadapi situasi-situasi yang tidak mudah. Kondisi global kini dibayangi oleh momok inflasi (tinggi),” tegasnya.

Untuk diketahui, pada sepanjang 2022 Indonesia termasuk negara yang memperoleh keuntungan di tengah meningkatnya tekanan eksternal.

Salah satu yang paling tampak adalah melonjaknya penerimaan negara dari sektor komoditas, seperti batu bara dan minyak sawit, karena kenaikan harga di pasaran internasional.

Momen ‘durian runtuh’ (windfall) tersebut menjadi modal tersendiri untuk menambal alokasi anggaran subsidi/kompensasi energi yang mencapai lebih dari Rp500 triliun pada tahun lalu.

Selain itu, moncernya pundi-pundi negara menjadi bekal berharga pemerintah dalam mengarungi ketidakpastian 2023 seiring dengan madatori defisit APBN yang mesti kembali ke level di bawah 3 persen PDB.