Bagikan:

JAKARTA - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu daerah yang paling banyak menyumbang letusan konflik agraria sepanjang 2022.

Hal tersebut dipaparkan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam catatan akhir tahun 2022 dengan tema 'Bara Konflik Agraria: PTPN Tak Tersentuh, Kriminalisasi Meningkat'.

"Letusan konflik agraria sepanjang 2022 telah melanda 33 provinsi di Indonesia. Dari 33 provinsi tersebut, Jawa Barat menempati urutan pertama dengan 25 konflik (agraria)," kata Sekretaris Jenderal KPA Dewi Sartika di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Senin, 9 Januari kemarin.

Untuk posisi kedua berasal dari Provinsi Sumatera Utara, yakni sebanyak 22 konflik agraria. Sedangkan, untuk posisi ketiga disumbang oleh Provinsi Kalimantan Barat, yaitu sebanyak 13 kasus.

Dewi mengatakan letusan konflik di Jawa Barat didominasi oleh bisnis properti, perkebunan, infrastruktur, pertanian, dan fasilitas militer.

"Posisi Jawa Barat sebagai provinsi terdekat dengan DKI Jakarta menjadikan Jawa Barat sebagai ladang bisnis bagi perusahaan-perusahaan pengembang di bidang properti dan proyek infrastruktur," ucapnya.

Menurut Dewi, konflik agraria kian meningkat pada tahun 2022 lantaran adanya sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sedang digenjot percepatan pembangunannya oleh pemerintah.

"Misalnya, seperti jalur kereta cepat Jakarta-Bandung yang melibatkan warga dengan PT. KAI, beberapa proyek tol seperti Tol Jatikarya, serta pembangunan proyek Citarum Harum," tandasnya.

Sekadar informasi, untuk posisi kedua ditempati oleh Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah letusan konflik mencapai 22 kasus.

Letusan tersebut didominasi oleh konflik sektor perkebunan sebanyak 10 kasus, disusul oleh konflik agraria terkait kawasan hutan delapan kasus, akibat properti sebanyak dua kasus, serta masing-masing satu letusan konflik dari sektor pertanian dan fasilitas militer.

Selanjutnya, Provinsi Jawa Timur menempati posisi ketiga dengan jumlah 13 letusan konflik, yang didominasi oleh konflik perkebunan tujuh kasus, properti tiga kasus, serta satu letusan konflik yang masing-masing terjadi di sektor kehutanan, infrastruktur dan fasilitas militer.