Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mencatat ada sekitar 212 konflik agraria yang terjadi di seluruh provinsi Indonesia pada sepanjang 2022. Meski secara jumlah tidak signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, tetapi tren konflik agraria yang terjadi terus mengalami peningkatan.

"Kami mencatat ada 212 letusan konflik di 34 provinsi sepanjang tahun 2022. Ini terjadi kenaikan, meskipun tidak signifikan, tetapi kecenderungannya terus meningkat," kata Dewi dalam catatan akhir tahun 2022 dengan tema 'Bara Konflik Agraria: PTPN Tak Tersentuh, Kriminalisasi Meningkat' di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Senin, 9 Januari.

Jika dibandingkan 2021, sisi luasan wilayah yang terdampak konflik agraria turut meningkat drastis. Sepanjang 2022, ratusan letusan konflik agraria itu terjadi di luasan lahan lebih dari satu hektare.

"Kami juga melihat dari sisi luasan wilayah yang terdampak konflik agraria itu meningkat drastis. Dari sisi luasan mencapai 1 juta hektare, bahkan lebih," tutur Dewi.

Ia juga menambahkan, masyarakat yang terdampak dari konflik agaria sepanjang 2022 terus meningkat. Total ada 346 ribu keluarga yang terdampak akibat letusan konflik di 34 provinsi di Indonesia.

"Kami bisa bayangkan kalau satu keluarga terdiri tiga sampai empat orang, artinya banyak jiwa yang terdampak konflik agraria struktural, dan 212 konflik agraria ini terjadi di 459 desa, serta ada pula yang terjadi di perkotaan," ungkap Dewi.

Sekadar informasi, pada 2021, KPA juga merilis catatan akhir tahun dengan tema "Penggusuran Skala Nasional".Tema itu berkaitan dengan laporan situasi konflik dan kebijakan agraria pada tahun kedua pandemi COVID-19.

Dalam catatan tersebut, terjadi 207 letusan konflik agraria yang bersifat struktural. Ratusan konflik itu berlangsung di 32 provinsi dan tersebar di 507 desa dan kota, serta berdampak pada 198.895 kepala keluarga (KK) dengan luasan tanah berkonflik seluas 500.062,58 hektare.