Bagikan:

JAKARTA - Program Kartu Prakerja akan dilanjutkan tahun 2023 dengan skema normal dan target capaian hingga 1 juta penerima manfaat.

Progam ini akan lebih berfokus pada upaya re-training, dan re-skilling. Pemerintah juga meningkatkan batas minimal durasi pelatihan menjadi 15 jam.

Pakar Ketenagakerjaan BRIN, Triyono menilai sudah sangat tepat pemerintah untuk mengejar kebutuhan tenaga kerja di Industri 4.0.

Pasalnya, kata dia, bagaimanapun kalau berbicara tentang kapasitas tenaga kerja tidak lepas dari pergerakan pasar kerja.

“Ke depan harus mengikuti apa yang dibutuhkan, misalnya bidang IT, big data, apalagi main big data, ini skill yang bisa dituntut dan disediakan dalam kartu prakerja,” kata Triyono di Jakarta, Selasa, 10 Januari.

Kemudian, sambung dia, dilakukan dalam skema normal. Artinya mengedepankan peningkatan skill ketimbang bantuan sosial (bansos) juga pelatihan dilakukan ada yang tatap muka, diharapkan akan lebih efisien.

Selain tatap muka, kata Triyono, tentunya program Kartu Prakerja perlu dievaluasi, bagaimana swasta bisa melihat apa saja dari jenis pekerjaan dan jenis pelatihan yang akan terserap di pasar tenaga kerja.

Triyono menekankan program Kartu Prakerja juga harus mampu mencetak tenaga kerja Indonesia yang kompetitif.

Apalagi, sambung dia, adanya proyeksi penurunan pertumbuhan ekonomi dunia, yang sedikit banyak akan mempengaruhi industri terdampak.

“Meski di level internasional saya melihat adanya penurunan, Pertumbuhan Ekonomi dan kemudian di level PHK juga mengancam. Saya melihat diperlukan namanya skill untuk memperluas lapangan pekerjaan, namun juga membuka ruang ruang pekerjan baru,” ungkap Triyono.

Jika peserta Kartu Prakerja bisa berwiraswasta, sambung Triyono, maka dampaknya akan lebih terasa karena membuka lapangan pekerjaan baru.

Tidak Dibatasi Kemampuan Tertentu

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai Kartu Prakerja menjadi salah satu dari sedikit program pemerintah yang terencana dan terlaksana dengan baik.

“Dari evaluasi yang saya lakukan, Kartu Prakerja adalah sedikit program yang sudah direncanakan dan dilaksanakan dengan baik. Pemerintah tinggal melanjutkan dan meningkatkan yang sudah baik tersebut,”ujarnya.

Program Kartu Prakerja, sambung Piter, hendaknya tidak dibatasi dengan kemampuan (skill) tertentu.

Ia menyarankan agar Kartu Prakerja meningkatkan skill peserta di setiap jenis pelatihan yang dipilih.

“Program Kartu Prakerja ditujukan untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi pekerja baik yang sudah bekerja maupun yang belum bekerja di semua sektor semua bidang. Jadi tidak dibatasi. Semua skill perlu diperkuat. Para peserta Kartu Prakerja bebas memilih skill yang menurut mereka dibutuhkan,” jelasnya.

Piter menerangkan, tidak ada kaitan antara skill yang harus dimiliki pekerja dan kondisi ekonomi global. Artinya peserta program Kartu Pekerja sebaiknya memilih jenis pelatihan sesuai kebutuhan dan keinginan.

“Tidak juga ada hubungannya dengan kondisi ekonomi dan imbas global. Seorang pekerja bisa memilih skill komputer, pekerja lainnya memilih skill pertanian,” pungkasnya.

Sekadar informasi, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan Program Kartu Prakerja tahun 2023 menargetkan capaian hingga 1 juta penerima.

Sekama normal Kartu Prakerja akan lebih berfokus pada upaya re-training, dan re-skilling.

Pada tahap awal, anggaran akan dialokasikan sebesar Rp2,67 triliun untuk mencapai target sebanyak 595.000 orang.

Sedangkan untuk sisa target sebesar 405.000 orang, pemerintah akan mengajukan tambahan kebutuhan anggaran sebesar Rp1,7 triliun.

“Program Kartu Prakerja berlanjut dengan pelaksanaan skema normal yang diatur dalam Peraturan Presiden 113/2022 yang aturan pelaksanaannya tertera pada Permenko Perekonomian 17/2022,” kata Ketum Golkar itu.