JAKARTA - Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) Said Abdullah menilai sangat penting memaksimalkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebagai modal fiskal yang sehat menghadapi ketidakpastian ekonomi global ke depan.
Tujuannya, agar peran APBN tahun 2023 sebagai kekuatan shock absorber dapat bekerja secara maksimal dan tidak mengganggu kelangsungan berbagai program strategis yang telah direncanakan pada tahun depan.
"Tantangan tahun depan sangat tidak menentu, sehingga risiko global dan domestik meningkat dibandingkan pada tahun ini," ungkap Said diberitakan Antara, Kamis 22 Desember.
Defisit APBN per 14 Desember 2022 berhasil ditekan ke level 1,22 persen produk domestik bruto (PDB) atau Rp237,7 triliun, berkat pendapatan negara yang mencapai Rp2.579,9 triliun dengan belanja negara sebesar Rp2.717,6 triliun.
Kendati demikian, dirinya mengingatkan harga-harga komoditas strategis penopang komoditas ekspor kini mulai cenderung turun, sehingga akan menjadi tantangan bagi pemerintah pada tahun depan untuk mengejar target penerimaan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang memerlukan usaha dan rencana dengan berbagai kemungkinan yang memadai.
BACA JUGA:
Diingatkan pula bahwa berlanjutnya kebijakan suku bunga tinggi oleh sejumlah bank sentral berbagai negara, terus menciptakan biaya dana bertahan pada posisi tinggi. Meskipun imbal hasil surat berharga negara (SBN) Indonesia cukup moderat dibanding sejumlah negara, yakni di level 6 persen sepanjang tahun ini.
"Posisi ini menjadi modal yang sangat baik, namun kita tidak boleh lengah karena biaya dana bisa lebih tinggi di tengah situasi yang tidak menentu. Penting bagi pemerintah memitigasi dalam menyerap pembiayaan utang di tahun depan," katanya.
Selain itu, Said menyarankan agar kebijakan pembiayaan investasi melalui APBN harus lebih selektif dengan penekanan terhadap sektor-sektor produktif yang memiliki dampak berganda dan infrastruktur dasar untuk menopang target sumber daya manusia Indonesia yang unggul untuk menopang tahapan Visi Indonesia Emas 2045.
Di sisi lain, perlu dilakukan percepatan transformasi energi nasional yang selama ini bertumpu dari bahan bakar minyak (BBM) untuk mengurangi resiko ketergantungan impor, guna memantapkan ruang fiskal pada tahun depan dalam menghadapi gonjang ganjing ekonomi eksternal.
Tata kelola subsidi baik energi maupun non energi pun, kata dia, harus diperbaiki agar dukungan anggaran subsidi dari APBN pada tahun depan lebih tepat sasaran dan mempunyai dampak signifikan sebagai kekuatan penopang daya beli dan produktivitas rumah tangga miskin.