Bagikan:

JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama pekan lalu berhasil menguat 1,4 persen. Beberapa sentimen positif menopang pergerakan IHSG mulai dari harga batu bara yang tetap tinggi, pembagian dividen, surplus neraca dagang, serta kenaikan suku bunga acuan the Fed yang sesuai ekspektasi.

Musim window dressing turut mendukung kinerja positif IHSG pekan lalu. Tanda-tanda mulai adanya window dressing mulai terlihat di saham sektor keuangan atau bank.

"Tanda-tanda tersebut adalah adanya kenaikan harga yang cukup signfikan pada saat pre closing, seperti terlihat pada saham bank mandiri atau BMRI," kata Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas Mino dalam risetnya, dikutip Selasa 20 Desember.

Di sisi lain, ada juga sentimen negatif yang menghambat penguatan market pada pekan lalu yakni peluang masih adanya kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed di 2023 dan turunnya data penjualan ritel yang memicu kekhawatiran adanya resesi di Amerika serta berlanjutnya aksi jual oleh investor asing.

Pada tahun depan The Fed diprediksi masih akan menaikkan suku bunga acuan seiring penetapan terminal rate di level 5,1 persen atau setara dengan suku bunga di kisaran 5,00-5,25 persen. Dengan demikian akan masih akan ada kenaikan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin untuk kemudian di tahun 2024 dan 2025 mengalami penurunan.

"Masih adanya kenaikan suku bunga tersebut dikhawatirkan akan semakin menekan ekonomi Amerika," kata Mino.

Mino optimistis market pada pekan ini akan melanjutkan penguatan karena sentimen domestik dan eksternal. Dari sisi domestik ada sentimen suku bunga acuan, data pertumbuhan kredit dan window dressing.

Mino melihat, tren penurunan data inflasi dan relatif stabilnya nilai tukar Rupiah diprediksi akan membuat Bank Indonesia lebih lunak dalam menaikkan suku bunga acuan.

"Menurut konsensus Bank Indonesia pada pertemuan 22 Desember mendatang hanya akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen," tegasnya.

Dari sisi eksternal, ada sentimen data klaim pengangguran dan data indeks pengeluaran konsumen (PCE). Diketahui, indeks pengeluaran konsumen merupakan indikator inflasi yang dipakai oleh The Fed dalam memutuskan kebijakan moneternya.

"Jika tren penurunan indeks pengeluaran konsumen berlanjut maka akan membuat Bank Sentral Amerika mengendurkan kenaikan suku bunga acuannya," ujar Mino.

Dengan banyaknya sentimen positif dari domestik dan eksternal, Mino pun merekomendasikan buy sejumlah saham di sektor keuangan, properti hingga bahan dasar untuk diperdagangkan pekan ini yakni BMRI, BBCA, ANTM, INCO, BSDE, ADRO, PTBA, AKRA, UNVR, dan APLN.