Bagikan:

JAKARTA - Industri asuransi disarankan menggenjot efisiensi lewat digitalisasi di tengah banyaknya perusahaan asuransi yang mengalami gagal bayar belakangan ini.

Masalah Wanaartha Life menambah deretan kasus industri asuransi dalam beberapa tahun terakhir seperti Bumiputera, Kresna Life, Jiwasraya, hingga Jasindo, sehingga diperlukan pembenahan serius pada industri asuransi guna menghindari masalah serupa terulang di kemudian hari.

Menurut Pengamat Asuransi Dedy Kristianto, salah satu solusi yang bisa diambil yakni dengan digitalisasi penjualan produk. Hal itu diyakini dapat menciptakan efisiensi yang cukup signifikan terhadap beban operasional perusahaan.

Pasalnya sejumlah perusahaan asuransi yang bermasalah, kata dia, bermula dari upaya agresif yang dilakukan perusahaan untuk memperoleh keuntungan guna menutup tingginya beban operasional. Maka dari itu efisiensi biaya operasional sangat penting guna menghindari permasalahan gagal bayar.

"Digitalisasi jika dijalankan dengan benar dan tepat bisa mengurang biaya operasional perusahaan asuransi secara besar. Ketika biaya bisa ditekan lebih banyak, nantinya harga produk maupun premi yang dibayarkan pemegang polis akan lebih murah," ujar Dedy diberitakan Antara, Kamis 8 Desember.

Dengan penekanan biaya operasional, sambung dia, pendapatan perusahaan asuransi pun akan meningkat dan bisa dialokasikan untuk hal lain. Peralihan penjualan produk melalui digitalisasi akan mengurangi biaya kertas yang biasanya berisi penjelasan manfaat polis, hingga biaya pegawai dalam melakukan pemasaran kepada calon nasabah secara langsung.

Melalui digitalisasi, lanjutnya, pengeluaran tersebut bisa digantikan oleh surat elektronik dan pertemuan melalui video call yang hanya memakan biaya kuota internet.

Dedy berpendapat penerapan digitalisasi sebagai salah satu bentuk reformasi industri asuransi ini harus dibarengi dengan peningkatan fungsi pengawasan dan pengaturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator.

"OJK harus mengeluarkan aturan yang sifatnya kuat, mengikat, dan tegas terkait digitalisasi ini," ucap dia.

Di sisi lain, katanya, literasi keuangan pun harus terus ditingkatkan supaya masyarakat bisa menggunakan digitalisasi untuk kebutuhan produktif, seperti turut serta dalam berasuransi. Literasi keuangan juga diperlukan agar masyarakat bisa semakin melek terhadap produk asuransi dan keberlanjutan perusahaan asuransi.

Buntut dari pencabutan izin usaha Wanaartha Life akibat gagal bayar, kini OJK tengah meninjau kembali produk saving plan di sejumlah perusahaan asuransi, lantaran pelaksanaan pemasaran produk sejenis saving plan oleh Wanaartha Life tidak sesuai dengan izin yang diberikan OJK, salah satunya terkait imbal hasil yang dijanjikan terbilang sangat tinggi.

Tak hanya itu OJK juga melakukan pengawasan khusus kepada 13 perusahaan asuransi yang sedang bermasalah, yang terdiri dari tujuh perusahaan asuransi jiwa dan enam perusahaan asuransi umum, termasuk reasuransi.

"Perusahaan-perusahaan ini terus kami pantau dan kami koordinasikan dengan pemegang saham, direksi, dan komisaris perusahaan untuk bisa diselamatkan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono dalam konferensi persnya beberapa waktu lalu.