JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam beberapa bulan belakangan ini kerap mengumumkan jumlah dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di perbankan karena belum digunakan untuk belanja.
Menurut Menkeu, upaya publikasi tersebut merupakan bagian dari transparansi pengelolaan keuangan negara sekaligus sebagai alarm kepada pemda untuk segera melakukan belanja sesuai dengan APBD masing-masing.
Meski demikian, dia mengaku sempat mendapat protes dari pemda lantaran dana ngendon tersebut ada karena tengah menunggu pembayaran atas beberapa proyek maupun program yang belum selesai dikerjakan.
“Yang paling penting jangan ada korupsi. Biasanya saya melihat pembayaran kontraktor ada di ujung tahun. Makanya kalau saya menyampaikan dana di perbankan tinggi ada yang tidak suka, dan mereka mengatakan belum membayar (kontraktor) tapi uangnya nanti pasti terbelanjakan,” ujar dia dalam acara serah terima hibah barang milik negara (BMN) Kementerian PUPR Tahap II, Rabu, 7 Desember.
Lebih lanjut, Menkeu menyebut jika pola yang selama ini terungkap adalah anggaran belanja seluruh pemda tetap tidak bisa terserap 100 persen. Bahkan, sambung dia, nilai sisa anggaran bisa mencapai ratusan triliun.
BACA JUGA:
“Tapi memang akhir tahun tetap ada yang masih mengendap, itu jumlahnya sekitar Rp100 triliun dari sekitar Rp800 triliun (dari dana transfer ke daerah),” tuturnya.
Sebagai informasi, dalam konferensi pers realisasi APBN 2022 terungkap bahwa per Oktober lalu dana pemda di perbankan masih sebesar Rp278,7 triliun. Angka tersebut naik Rp54,8 triliun atau sekitar 24 persen dibandingkan dengan September yang sebesar Rp223,8 triliun.
Adapun, dana mengendap pemda untuk tingkat provinsi paling banyak ada di DKI Jakarta dengan lebih dari Rp15 triliun. Sementara dana pemda menurut daerah tingkat II tertinggi ada di kawasan Jawa Timur dengan jumlah melebihi Rp30 triliun.