Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyatakan seorang pemimpin atau atasan sebuah institusi harus mampu menjaga kepercayaan para stakeholder untuk dapat keluar dari suatu krisis.

“Saat krisis yang harus kita jaga adalah kita harus jadi orang yang bisa dipercaya dan stakeholder percaya sama kita,” katanya dalam acara Infobank bertajuk Top 100 CEO’s and The Next Leader Forum 2022 di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis 24 November.

Agus mengaku hal itu telah ia terapkan ketika menjabat sebagai Direktur Utama Bank Bumiputera periode 1995-1998 saat Indonesia diterjang krisis moneter.

Ia bercerita saat dirinya menjadi Direktur Utama Bank Bumiputera ternyata bank tersebut tidak dalam kondisi yang baik, bahkan sedang mengalami krisis. Pada saat itu Bank Bumiputera selalu membukukan kerugian setiap bulan dan bahkan modalnya sudah negatif.

Perusahaan induknya pun harus memberikan jaminan kepada bank sentral berupa gedung-gedung yang dimiliki untuk meyakinkan bahwa Bank Bumiputera masih bisa diselamatkan.

Keadaan Bank Bumiputera semakin memburuk ketika Indonesia dilanda krisis moneter, sehingga Agus bersama Robby Djohan yang kala itu merupakan komisaris utama berupaya untuk mengelola dan menyelamatkannya. “Kalau tidak maka gedungnya itu menjadi jaminan bank sentral,” ujar Agus.

Dalam hal ini Agus menekankan bahwa rasa saling percaya menjadi kunci keberhasilan saat menyelamatkan Bank Bumiputera, karena bank sentral sudah menaruh percaya kepada perusahaan dan perusahaan percaya akan keluar dari krisis.

Menjaga kepercayaan ini harus terjalin antara seluruh stakeholder baik nasabah, pemegang saham, regulator atau pengawas, masyarakat umum, termasuk media. “Jadi masalah kepercayaan ini tentu saya selalu akan sangat minta untuk kita perhatikan,” tegasnya.

Agus melanjutkan kala itu dirinya tidak hanya berusaha menyelamatkan perusahaan, namun sekaligus mempersiapkan para karyawan untuk menghadapi potensi krisis di masa mendatang.

“Kita para pimpinan, mari kita mempersiapkan jajaran di bawah kita untuk menjadi leader, karena kita tahu kalau sedang krisis kita memerlukan leader yang tidak belajar lagi,” katanya.

Karyawan yang cerdas, pandai, berpendidikan, dan berkelakuan baik, tidak menjamin mereka akan menjadi leader yang baik.

Para pegawai harus diajarkan mengenai sense making, relating, visioning dan inventing untuk mendapat strategi yang baik, sehingga dasar mereka yang sudah baik akan lebih kokoh dalam menghadapi krisis.

“Pemimpin itu perlu ada pendidikan formal dan sistematis, tetapi juga perlu ada konseling, coaching dan mentoring,” tambahnya.