Bagikan:

JAKARTA – Calon tunggal Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, dirinya langsung dihadapkan pada persoalan yang berat saat awal ditetapkan sebagai pemimpin bank sentral.

Hal itu dia ungkapkan Perry saat membuka presentasi uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) Gubernur BI periode 2023-2028 di DPR.

“Pada 2018 begitu bapak dan ibu menyetujui kami (untuk menjadi Gubernur BI) dan sumpah MA setelah ditetapkan Presiden, kami memang tidak punya honeymoon (bulan madu) pada saat itu. Sebab, dunia sedang bergejolak di 2018 dengan perang dagang China dan Amerika,” ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Senin, 20 Maret.

Perry menjelaskan, tekanan yang muncul tidak hanya itu karena adanya kenaikan suku bunga AS (The Fed Fund Rate) yang meningkat sembilan kali sejak 2015.

“Ini menyebabkan capital outflows dan ancaman pelemahan nilai tukar. Itulah beberapa ancaman krisis moneter yang terjadi,” tutur dia.

Selanjutnya, Perry menerangkan, bagaimana tantangan pada periode 2020-2022 yang didominasi dari faktor pandemi.

“Di periode ini rupiah kembali tertekan karena kepanikan investor global yang menyebabkan outflows. Lalu ada juga tantangan krisis sosial, krisis perbankan dan ekonomi, serta krisis kesehatan dan kemanusiaan,” tegasnya.

Adapun tantangan yang dihadapi saat ini menurut bos BI petahanan itu adalah gejolak global akibat perang yang terjadi di Ukraina.

“Ini ditambah dengan perang dagang China-Amerika yang kembali mencuat. Lalu, adanya gangguan mata rantai pasokan global, yang menyebabkan beberapa fenomena, seperti inflasi tinggi, pertumbuhan ekonomi yang lambat, serta dolar AS yang menguat,” kata dia.

Sebagai informasi, Perry Warjiyo saat ini merupakan Gubernur BI yang telah dilantik pada 2018 silam.

Apabila terpilih, Perry akan memegang pucuk pimpinan bank sentral dalam dua periode hingga 2028 mendatang.