JAKARTA - Bank Pembangunan Asia (ADB) telah menyetujui pinjaman senilai 500 juta dolar AS atau sekitar Rp7,5 triliun untuk mendorong lebih lanjut inklusi keuangan di Indonesia.
Peningkatan tersebut dilakukan melalui reformasi yang akan meningkatkan akses layanan keuangan bagi kelompok rentan, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), perempuan, pemuda, dan penduduk desa
"ADB akan melaksanakan subprogram kedua dari Program Promosi Inklusi Keuangan Inovatif (Promoting Innovative Financial Inclusion Program) untuk mendukung dan melengkapi upaya pemerintah mendorong inklusi keuangan di bawah Visi Indonesia 2045," kata Spesialis Sektor Keuangan ADB untuk Asia Tenggara Poornima Jayawardana dalam keterangan resmi dikutip Antara, Rabu 16 November.
Reformasi kebijakan yang didukung melalui subprogram tersebut didasarkan pada infrastruktur digital, teknologi keuangan, dan kerja sama dengan sektor swasta, beserta peningkatan kerangka regulasi untuk mengawasi perilaku pasar dan perlindungan konsumen.
Upaya untuk meningkatkan literasi keuangan dan literasi keuangan digital juga akan diintensifkan guna mendorong inklusi keuangan yang responsif.
"Reformasi yang dilaksanakan melalui subprogram ini akan membantu meningkatkan standar kehidupan masyarakat berpenghasilan rendah, menggalakkan pengembangan UMKM, mendatangkan lebih banyak peluang kerja, serta mengatasi kemiskinan dan ketimpangan sosial,” imbuh Poornima.
BACA JUGA:
Upaya Indonesia untuk mencapai resiliensi iklim dan bencana, serta pemulihan ekonomi pasca-COVID-19, juga akan didukung melalui subprogram ini.
Sementara itu, Bank Pembangunan Jerman KfW juga akan memberi pembiayaan bersama (cofinancing) untuk subprogram ini dengan pinjaman yang nilainya setara 300 juta Euro atau sekitar 301,3 juta dolar AS.
Ia menilai subprogram ini diperlukan karena Indonesia memiliki jumlah penduduk unbanked atau belum tersentuh layanan keuangan perbankan terbesar keempat di dunia.
"Hampir separuh dari penduduk dewasa di Indonesia tidak memiliki rekening keuangan formal, yang dianggap sebagai ukuran dasar inklusi keuangan," katanya.
Indonesia berhadapan dengan kurangnya data inklusi keuangan nasional dan regional, kurangnya infrastruktur pendukung, terbatasnya akses keuangan bagi UMKM dan kelompok yang kurang terlayani lain, serta belum memadainya pengawasan keuangan dan perlindungan konsumen.
"Reformasi melalui subprogram kedua ini mendukung pemerintah Indonesia yang masih terus berfokus mengatasi tantangan multifaset dalam hal inklusi keuangan," ucapnya.