JAKARTA - Anggota DPRD Kabupaten Lahat yang tergabung dalam panitia khusus (pansus) batu bara menemui Komisi VII DPR RI untuk melakukan dengar pendapat mengenai aktivitas tambang yang dinilai merugikan masyarakat.
Ketua DPRD Lahat, Fitrizal Homizi dalam sambutannya mengungkapkan, pansus ini terbentuk untuk menyalurkan keresahan masyarakat terutama emak-emak yang sempat melakukan demo terkait penggunaan jalan umum oleh truk pengangkut batu bara.
"Ada demo emak-emak yang akan menutup jalan lintas SUmatera karena ada truk pengangkut batu bara yang melintas. Selain itu juga keluarnya UU no. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba yang semua kewenangannya diambil ke pusat," ujarnya dalam RDPU dengan Komisi VII di Senayan, Senin 14 November.
Selama ini, lanjut Fitrizal, pihaknya telah melakukan audiensi dengan masyarakat di sekitar daerah pertambangan dan menemukan masalah yang sama yakni truk pengangkut batu bara yang melintasi Jalan Lintas Sumatera sehingga menyebabkan kemacetan lalu lintas.
"Sebagian besar permasalahannya sama, yaitu menyebabkan kemacetan karena mereka belum punya jalan khusus sendiri," lanjutnya.
Permasalahan kedua yang ditemui adalah pengelolaan lingkungan tambang yang buruk sebab Pemerintah Daerah (Pemda) Lahat tidak memiliki kewenangan lagi untuk mengatur pengawasan lingkungan tambang.
"Kami juga sudah ke Dinas Lingkungan Hidup Lahat, Dinas ESDM Provinsi dan mereka juga tidak punya kewenangan karena sudah diambil Pemerintah Pusat," imbuhnya.
Untuk itu ia menyampaikan harapannya kepada Komisi VII DPR RI agar dapat memfasilitasi permintaan masyarakat untuk pembangunan jalan khusus truk pengangkut batu bara sebab sudah menjadi momok bagi masyarakat.
BACA JUGA:
"Semua jalan di daerah Lahat saat ini menggunakan Jalan Raya Lintas Sumatera yang kapasitas dan kondisinya tidak sebanding dengan produksi batu bara. Sering terjadi macet dan polusi udara dan ini jadi perhatian besar karena jika didiamkan berlarut-larut, Lahat akan kehilangan generasi sehat karena mereka hidup dalam polutan," keluh Fitrizal.
Ia juga meminta pemerintah meninjau kembali UU no. 3 Tahun 2020 agar Pemda juga diberi kewenangan atau dilibatkan dalam perencanaan dan pengawasan tambang.
"Kami hanya jadi penonton. Contoh kecil saja, tiap tahun ada Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tambang. Kami di Lahat, jangankan diajak membahas, ditembusi hasilnya saja tidak," pungkas Fitrizal.