Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menetapkan kenaikan cukai rokok sekitar 10 persen untuk periode 2023-2024 mendatang.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan keputusan ini didasarkan pada empat aspek penting.

“Ini selalu kita coba seimbangkan setiap kali kita membicarakan mengenai kebijakan cukai rokok dan menjadi dasar filosofi dari penetapan kebijakan rokok setiap tahun,” ujarnya pada Jumat, 4 Oktober.

Aspek pertama, sambung Suahasil, adalah pengendalian konsumsi yang memiliki kaitan dengan kesehatan. Kata dia, pengenaan cukai ditujukan sebagai upaya pengendalian konsumsi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Cukai.

“Kebijakan tersebut juga merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui penurunan prevalensi merokok menjadi 8,7 persen di 2024,” tuturnya.

Sebagai informasi, pengenaan cukai juga ditujukan untuk menurunkan konsumsi rokok di kelompok masyarakat miskin yang mencapai 11,6 hingga 12,2 persen dari pengeluaran rumah tangga.

Kedua, aspek produksi yang berkaitan dengan keberlangsungan tenaga kerja. Kebijakan cukai diklaim telah mempertimbangkan dampak terhadap petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau secara keseluruhan.

“Perusahaan rokok yang memproduksi hasil tembakau itu punya kaitan dengan ketenagakerjaan. Apalagi untuk industri hasil tembakau Indonesia yang bahkan ada segmen dikerjakan dengan tangan. Pasti ada hubungannya itu dengan penyerapan tenaga kerja kita,” ucapnya.

Ketiga adalah terkait penerimaan negara. Kebijakan cukai disebut mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara mencapai Rp188,8 triliun pada 2021.

Kemudian yang keempat yakni terkait pengawasan barang kena cukai (BKC) ilegal. Semakin tinggi cukai rokok, maka akan semakin tinggi kemungkinan beredar rokok ilegal yang saat ini telah mencapai 5,5 persen.

“Jadi penting kita melakukan mitigasi yang berkelanjutan, terus-menerus, atas kebijakan yang punya potensi mendorong hasil tembakau yang sifatnya ilegal,” tegas dia.

Secara terperinci, wakil Sri Mulyani itu menjabarkan tarif baru yang berlaku untuk sigaret kretek mesin (SKM) 1 dan 2 yang rata-rata meningkat 11,75 hingga 11,5 persen.

Lalu, sigaret putih mesin (SPM) 1 dan 2 naik 12 hingga 11,8 persen. Sedangkan sigaret kretek tangan (SKT) 1, 2, dan 3 naik sebesar 5 persen.

Sementara, cukai rokok elektrik akan naik 15 persen dan 6 persen untuk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) berlaku kenaikan setiap tahun sejak 2023 hingga 2028.

“Nantinya, dana bagi hasil cukai akan difokuskan untuk perbaikan kesehatan, seperti sarana Puskesmas dan Posyandu, penanganan stunting, perbaikan kesejahteraan petani dan buruh, serta pemberantasan rokok ilegal,” tutup Wamenkeu Suahasil.